Kamis, 16 Oktober 2014

Hukum Pajak


Dalam memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai pembangunan dan pengeluaran pemerintah lainnya, maka perlu terlebih dahulu memahami pengertian dari pajak dan hukum pajak itu sendiri. Seperti diketahui bahwa negara dalam melaksanakan pemerintahan memiliki kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, pertahanan, kesehatan maupun kecerdasan atau pendidikan. Hal ini sesuai dengan tujuan negara yang tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan sosial”. Dari uraian tersebut tampak bahwa karena kepentingan rakyat, maka negara memerlukan dana untuk memenuhi kepentingan tersebut. Dana tersebut didapatkan dari hasil pemungutan dari rakyat yang disebut dengan pajak. Pemungutan pajak juga harus berdasarkan persetujuan dari rakyat dan haruslah berdasarkan undang-undang yang disetujui oleh rakyat memalui dewan perwakilan rakya.
Berdasarkan uraian di atas pada kesempatan ini kami akan mencoba untuk memaparkan sedikit perihal pengertian pajak dan hukum pajak yang kami dapat dari perkuliahan tadi dengan harapan dapat memberikan tambahan pemahaman bagi kita semua tentang pajak dan hukum pajak di indonesia.
a.     Pengertian Pajak dan Hukum Pajak
1.     Pengertian Pajak
Ada beberapa pendapat dari para pakar mengenai pengertian dari perpajakan diantaranya:
·        Mr. Dr. N. J. Feldmann berpendapat “ pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkan ecara umum), tanpa adanya kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”[1].
·        Prof. Dr. M. J. H. Smeets, berpendapat “pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra-prestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.[2]
·        Dr. Soeparman Soemahamidjaja berpendapat “ pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahtraan umum”[3]
·        Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. berpendapat “pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Dari empat pengertian pajak di atas dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu:
1.     Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang, jadi apabila pemungutan pajak tidak sesuai dan didasarkan pada undang-undang atau peraturan, maka ini  tidak sah dan dianggap sebagai perampasan hak.
2.     Sifatnya dapat dipaksakan, dalam arti bila kewajiban ini tidak dilaksanakan maka dengan sendirinya dapat dipaksakan, hutang ini dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita.
3.     Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang dapat dirasakan langsung oleh pembayar pajak, tetapi ditujukan secara kolektif atau kepada anggota masyarakat secara keseluruhan.
4.     Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat atapun pemerintah daerah (tidak boleh dilakukan oleh swasta)
5.     Pajak digunakan muntuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum, seperti pembuatan jalan, jembatan, gedung, gaji untuk pegawai negri, dan sebagainya.[4]
2.     Pengertian Hukum Pajak
Hukum pajak adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas negara, sehingga hukum pajak tersebut merupakan hukum publik yang mengatur hubungan negara dengan orang-orang atau bdan-badan yang berkewajiban membayar pajak.[5] Dengan kata lain hukum pajak menerangkan tentang:
·        Siapa-siapa wajib pajak dan apa kewajiban mereka terhadap pemerintah;
·        Objek-objek apa yang dikenakan pajak;
·        Cara penagihan pajak;
·        Cara mengajukan keberatan dan sebagainya.
Sebagai Hukum, peraturan-peraturan perpajakan pada intinya bagi wajib pajak memuat kewajiban-kewajiban, hak-hak dan sanksi administratif maupun sanksi pidana sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran atas ketentuan-ketentuannya. Hukum pajak merupakan bagian dari Hukum Publik, khususnya temasuk lingkungan Hukum Administrasi Negara. Hukum Pajak tidak terlepas dari bagian-bagian Hukum lainnya, melainkan memiliki hubungan erat dengan Hukum Perdata, dan Hukum Pidana.[6]
b.    Hukum Pajak dalam Tata Hukum Nasional
Dalam literatur ternyata Hukum Pajak merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara, yang merupakan segenap peraturan hukum yang mengatur segala cara kerja dan pelaksanaan serta wewenang dari lembaga-lembaga negara serta aparaturnya (penyelenggara pemerintah)  dalam melaksanakan tugas administrasi negara. Sekalipun demikian, dalam pengaturan materinya banyak memiliki kesamaan dengan hukum perdata dan hukum pidana.
1.     Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata
Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Perdata merupakan hubungan hukum antara sesama anggota masyarakat, sedangkan hukum pajak merupakan hukum publik yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan masyarakat Wajib Pajak. Hubungan yang jelas tampak adalah bahwa dalam hukum pajak selalu mencari dasar kemungkinan pemungutan pajak berdasarkan perbuatan hukum perdata misalnya berupa perjanjian-perjanjian, hal pendapatan, kekayaan, dan warisan. Seseoran yang melakukan perjanjian jual beli suatu barang, merupakan dasar bagi hukum pajak untuk melakukan pengenaan pajak, misalnya pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; transaksi penjualan tanah dan bangunan antara pihak penjual dam pembeli, merupakan perbuatan hukum perdata. Perbuatan hukum ini merupakan sasaran atau objek dikenakannya pemungutan atas transaksi tersebut.[7]
2.     Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
Hukum Pidana yang merupakan bagian dari hukum pubik merupaka hubungan hukum yang terjadi antara masyarakat dengan pemerintah yang berkaitan dengan masalah tindak pidana. Ketentuan hukum pidana yang diatur di dalam KUHP banyak digunakan dalam peraturan undang-undang pajak. Paling mudah bila kita melihat ketentuan yang diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 yang dengan jelas sekali menyebut adanya sangsi pidana terhadap Wajib Pajak yang melanggar ketentuan dibidang perpajakan. Bahkan ancaman-ancaman pidana dalam Hukum Pajak selalu mengacu pada ketentuan Hukum Pidana, misalnya terhadap Wajib Pajak yang memindah tangankan atau memindah hak atau merusak barang yang telah disita karena tidak melunasi utang pajaknya akan diancam dengan Pasal 231 KUH Pidana.[8] 



[1] Adrian Sutedi, Hukum Pajak ,(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm.3
[2] H. Bohari, S.H.,MS, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 19
[3] H. Bohari, S.H.,MS, Pengantar Hukum Pajak, hlm. 20
[4] H. Bohari, S.H.,MS, Pengantar Hukum Pajak, hlm. 21
[5] Adrian Sutedi, Hukum Pajak , hlm. 6
[6] Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: PN BALAI PUSTAKA, 1980), hlm. 313
[7] Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, hlm. 10
[8] Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, hlm. 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts