1. Pengertian Tarikh Tasyri’
Sebelu, lebih jauh kita membahas perihal tarikh
tasyri, alangkah baiknya lebih dulu kita mengetahui makna dari tarikh tasyri’.
Tarikh tasyri’ berasal dari dua suku kata arab yaitu ‘tarikh’ dan ‘tasyri’’.
Istilah tarikh
berasal dari bahasa Arab yamg artinya menurut bahasa adalah ‘ketentuan
masa’. Sedangkan menurut istilah dalam kitab-kitab adalah ‘keterangan yang
menerangan hal ihwal umat dan segala sesuatu yang telah terjadi di kalangannya
pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada’. Selain itu kata
istilah tarikh juga digunakan dalam
artian perhitungan tahun.[1]
Atau yang lebih popular dan sederhana diartikan dengan sejarah atau riwayat.
Sedangkan istilah tasyri’ asal
katanya adalah syari’at yang secara
berarti penetapan hukum. Adapun secara istilah tasyri’ adalah penetapan undang-undang atau hukum dalam agama islam.
Menurut Ali as-Sais, tarikh tasyri’ adalah ilmu yang
membahas keadaan hukum pada zaman Rosul dan masa sesudahnya dengan uraian dan
priodesasi perkembangan hukum , dan hal-hal yang berkaitan dengannya, serta membahas spesifikasi keadaan fuqoha dan
mujtahid serta usaha-usaha mereka dalam merumuskan hukum[2].
Lebih jauh lagi Ali as-Sais mengatakan bahwa tarikh
tasyri’ adalah ilmu yang membahas keadaan hukum islam secara priodik dari masa
kerasulan hingga masa kini kaitannya dengan bagaimana epitesmologi para fuqoha,
mujhtahid dalam merelasikan antara teks suci dan konteks secara holistikal,
hingga melahirkan produk fiqih tertentu. Inilah yang membedakan secara prinsip
produk fiqih dengan produk penalaran, yaiutu produk yang murni digali dan
dikembangkan dari masalah-masalah sosial kaitannya dengan penalaran rasional.[3]
Dari makna tarikh
dan tasyri’ dapat kita simpulkan,
tarikh tasyri’ adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang sejarah atau
riwayat penetapan hukum atau keadaan hukm islam sejak zaman Rosululloh SAW
hingga saat ini.
2. Perbedaan Fiqih dan Syariat
Fiqi
menurut bahasa artinya paham dan mengetahui sebagaimana firman Allah:
“
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya”
Jadi berdasarkan ayat di atas maksud dari fiqih
dalam agama adalah paham dan mengetahui semua permasalahan agama.[4]
Sedangkan para fuqaha menafsirkan fiqih dengan “Ilmu
yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat prektis yang diperoleh dari
dalil-dalil yang tafshil atau sudah terinci”[5].
Yang dimaksud dengan hukum-hukum syara’ pada
definisi di atas adalah setiap hukum yang bersumber dari Al-quran dan As-Sunnah
yang berpautan dengan masalah-masalah amaliyah, yang dikerjakan oleh para
mukallaf sehari-hari.
Syari’at dari segi bahasa kalimat ini memiliki
makana “jalan yang lempang atau jalan
yang dilalui air terjun”.
Para Fuqaha memakai kata syari’at untuk menyebutkan
hukum yang ditetapkan oleh Allah untuk para hamba-Nya dengan perantara
Rasulullah supaya para hamba-Nya melaksanakan dengan dasar iman baik hukum
tersebut mengenai masalah amaliyahlahiriyah, maupun yang mengenai akhlak dan
akidah, dan kepercayaan yang bersifat bathiniyah.[6]
Dari pengertian fiqih dan syariat di atas, dapat
kita lihat beberapa perbedaan fiqih dan syariat diantaranya:
Ø Syariat
bersifat umum dan mencakup semua hukum, baik hukum aqidah, akhlak dan muamalah.
Ø Syariat
adalah kumpulan beberapa hukum dan kaidah yang terdapat dalam Al-quran dan
sunnah Rosululloh SAW.
Ø Fiqih
merupakan bagian dari syariat dan hanya membahas tentang hukum-hukum furu’iyah
praktis, seperti sholat, puasa dan lain sebagainnya.
Ø Fiqih
merupakan kumpulan pemahaman hasil istinbat para mujtahid yang berdasarkan
Al-quran dan As-Sunnah.
3. Ruang Lingkup Tarikh Tasyri’
Ruang
lingkup tarikh tasyri’ menurut Dr. Rasyad Hasan Khalil dalam bukunya Tarikh Tasyri’ ada tiga, yaitu:
Ø Al-Ahkam
al-i’tiqadiya (hukum-hukum teologis),
yaitu semua hukum yang berkaitan dengan akidah islam seperti iman kepada Allah,
Rosul, Malaikat, Hari kiamat,surge dan neraka dan lain sebagainya.
Ø Al-Ahkam
al-wijdaniya (hukum-hukum berkaitan
dengan intuisi hati), yaitu setiap yang berkaitan dengan mesalah akhlak batin,
perasaan jiwa seperti zuhud, wara’,
iffah, sabar, bijak, dermawan dan yang lainnya.
Ø Al-Ahkam
al-‘amaliyah (hukum-hukum berkaitan
dengan amal perbuatan), yaitu setiap perbuatan indrawi atau amali seorang hamba
seperti shalat, zakat, dan yang lainnya.
4. Priodesasi Tarikh Tasyri’
Para ulama menggunakan dua cara untuk membagi
tahapan demi tahapan dari perkembangan syariat islam. Diantara mereka ada yang
memandang perkembangan syariat islam sama halnya dengan perkembangan manusia
dari segi tahapan, manusia mengalami tahapan kanak-kanak, remaja, dewasa, dan
masa tua, sama halnya juga dengan perkembangan syariat islam[7].
Ada juga yang membagi tahapan perkembangan syariat
islam dengan melihat aspek perbedaan dan ciri-ciri utama yang juga mempunyai
pengaruh yang besar dalam ilmu fiqih. Dengan perbedaan cara ini lah yang juga
mengakibatkan berbedanya jumlah tahapan syariat islam. Al Khudlari Bek membagi
priode tasyri menjadi 6 bagian, demikian juga dengan Ali as-Sais. Ali Ayali dan
Dr. Yusuf Musa membaginya menjadi 4 priode.
Pendapat yang membagi priode tasyri’ menjadi 6
priode ialah:
Ø Periode
pertama:Masa Rasululloh SAW sendiri, yaitu masa meletakkan dasar-dasar syariat
dan dasar-dasar ijtihad. Masa ini berjalan kisaran pada tahun 13 sebelum
hijriah hingga tahun 11 H
Ø Periode
kedua: Masa Khulafa Rasiydin, yaitu masa meluasnya budaya berijtihad, dan mulai
tumbuhnya beberapa faham. Masa ini berjalan kisaran pada tahun 11 H hingga 40
H.
Ø Masa
ketiga : Masa Tabi’in, yaitu masa mulai terpecahnya syariat, dan bertambah
luasnya gelanggang perbedaan faham. Masa ini berjalan mulai tahun 40 H hingga
permulaan abad ke 2 H.
Ø Masa
keempat : Masa Mujtahidin, yaitu masa tegaknya beberapa dasar fiqih, bebas
berijtihad, lahirnya madzhab-madzhab, dan meluasnya perbedaan faham munadzarah.
Masai ini berjalan mulai dari awal abad ke 2 H (101 H) hingga pertengahan abad
ke 4 H.
Ø Masa
kelima : Masa Muradjihin[8],
masa ini berjalan mulai pertengahan abad ke 4 H (351 H) sampai tahun 656 H.
Ø Masa
keenam : Masa Muqallidin, masa ini berjalan mulai tahun 656 H hingga akhir abad
ke 13 H.[9]
Sedangkan
pendapat para ahli yang membagi priode tasri’ menjadi 4 priode ialah:
Ø Priode
kelahiran dan pembentukan, priode ini sepanjang masa hidup Rosululloh SAW hingga
masa penurunan dan kedatang wahyu.
Ø Priode
pembangunan dan penyempurnaan, mencakup masa sahabat dan tabi’in sampai zaman pertengahan abad ke 4 H.
Ø Priode
kemunduran dan taqlid, priode ini
dimulai dari pertengahan abad ke 4 sampai abad 12 H.
Ø Priode
kebangkitan dan kesadaran, mulai dari abad 12 H sampai sekarang ini.[10]
5. Manfaat Tarikh Tasyri’
Dari pembahasan tarikh tasyri’ diatas kita dapat
melihat beberapa manfaat ilmu tarikh tasyri’ bagi umat islam, diantaranya:
Ø Mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan hukum islam;
Ø Mengerti
sumber-sumber hukum serta mengungkap keistimewaan dan tujuan-tujuannya;
Ø Mengetahui
keadaan umat islam terdahulu dalam mengerahkan seluruh kemampuan dan semangat
mereka dalam mempertahankan syariat dan mengungkap rahasia-rahasianya;
Ø Mengetahui
hukum dan hikma-himahnya yang dapat memenuhu kebutuhan manusia;
Ø Mengetahui
perjalan hidup para fuqoha, mujtahid, dan sejarah kehidupan intelektual mereka.
Selanjutnya>>
[1]
K.H. Moenawar chalil, Kelengkapan Tarikh
Nabi Muhammad SAW, (Jakarta: GEMA INSANI PRESS, 2001), hal.01
[2]
Prof. T.M. Hasbi Ash-shiddieqy, Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971),
hal.11
[3] http://prismabekasi.blogspot.com/2013/02/pengertian-dan-ruang-lingkup-tarikh.html,
diakses pada 08 pebruari 2015, 11:10
[4]
Dr. Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, hal. 05
[5]
Prof. T.M. Hasbi Ash-shiddieqy, Pengantar
Ilmu Fiqh, (Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 1997), hal.15
[6]
Prof. T.M. Hasbi Ash-shiddieqy, Pengantar
Ilmu Fiqh, hal.05
[7]
Dr. Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, hal. 34
[8]
Pengikut-pengikut madzhab yang berusaha mentarjihkan pendapat-pendapat yang
diikuti, apabila terdapat perlawanan, dan yang berusaha mengembalikan
pendapat-pendapat itu kepada dasar hukum islam.
[9]
Prof. T.M. Hasbi Ash-shiddieqy, Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam, hal. 12-13
[10]
Dr. Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, hal. 34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar