Rabu, 11 Maret 2015

Pengertian Dan Ruang Lingkup TARIKH TASRI’

1.      Pengertian Tarikh Tasyri’
Sebelu, lebih jauh kita membahas perihal tarikh tasyri, alangkah baiknya lebih dulu kita mengetahui makna dari tarikh tasyri’. Tarikh tasyri’ berasal dari dua suku kata arab yaitu ‘tarikh’ dan ‘tasyri’’.
Istilah tarikh berasal dari bahasa Arab yamg artinya menurut bahasa adalah ‘ketentuan masa’. Sedangkan menurut istilah dalam kitab-kitab adalah ‘keterangan yang menerangan hal ihwal umat dan segala sesuatu yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada’. Selain itu kata istilah tarikh juga digunakan dalam artian perhitungan tahun.[1] Atau yang lebih popular dan sederhana diartikan dengan sejarah atau riwayat. Sedangkan istilah tasyri’ asal katanya adalah syari’at yang secara berarti penetapan hukum. Adapun secara istilah tasyri’ adalah penetapan undang-undang atau hukum dalam agama islam.
Menurut Ali as-Sais, tarikh tasyri’ adalah ilmu yang membahas keadaan hukum pada zaman Rosul dan masa sesudahnya dengan uraian dan priodesasi perkembangan hukum , dan hal-hal yang berkaitan dengannya,  serta membahas spesifikasi keadaan fuqoha dan mujtahid serta usaha-usaha mereka dalam merumuskan hukum[2].
Lebih jauh lagi Ali as-Sais mengatakan bahwa tarikh tasyri’ adalah ilmu yang membahas keadaan hukum islam secara priodik dari masa kerasulan hingga masa kini kaitannya dengan bagaimana epitesmologi para fuqoha, mujhtahid dalam merelasikan antara teks suci dan konteks secara holistikal, hingga melahirkan produk fiqih tertentu. Inilah yang membedakan secara prinsip produk fiqih dengan produk penalaran, yaiutu produk yang murni digali dan dikembangkan dari masalah-masalah sosial kaitannya dengan penalaran rasional.[3]
Dari makna tarikh dan tasyri’ dapat kita simpulkan, tarikh tasyri’ adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang sejarah atau riwayat penetapan hukum atau keadaan hukm islam sejak zaman Rosululloh SAW hingga saat ini.
2.      Perbedaan Fiqih dan Syariat
Fiqi menurut bahasa artinya paham dan mengetahui sebagaimana firman Allah:
“ Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”
Jadi berdasarkan ayat di atas maksud dari fiqih dalam agama adalah paham dan mengetahui semua permasalahan agama.[4]
Sedangkan para fuqaha menafsirkan fiqih dengan “Ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat prektis yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshil atau sudah terinci”[5].
Yang dimaksud dengan hukum-hukum syara’ pada definisi di atas adalah setiap hukum yang bersumber dari Al-quran dan As-Sunnah yang berpautan dengan masalah-masalah amaliyah, yang dikerjakan oleh para mukallaf sehari-hari.
Syari’at dari segi bahasa kalimat ini memiliki makana “jalan yang lempang atau jalan yang dilalui air terjun”.
Para Fuqaha memakai kata syari’at untuk menyebutkan hukum yang ditetapkan oleh Allah untuk para hamba-Nya dengan perantara Rasulullah supaya para hamba-Nya melaksanakan dengan dasar iman baik hukum tersebut mengenai masalah amaliyahlahiriyah, maupun yang mengenai akhlak dan akidah, dan kepercayaan yang bersifat bathiniyah.[6]
Dari pengertian fiqih dan syariat di atas, dapat kita lihat beberapa perbedaan fiqih dan syariat diantaranya:
Ø  Syariat bersifat umum dan mencakup semua hukum, baik hukum aqidah, akhlak dan muamalah.
Ø  Syariat adalah kumpulan beberapa hukum dan kaidah yang terdapat dalam Al-quran dan sunnah Rosululloh SAW.
Ø  Fiqih merupakan bagian dari syariat dan hanya membahas tentang hukum-hukum furu’iyah praktis, seperti sholat, puasa dan lain sebagainnya.
Ø  Fiqih merupakan kumpulan pemahaman hasil istinbat para mujtahid yang berdasarkan Al-quran dan As-Sunnah.
3.      Ruang Lingkup Tarikh Tasyri’
Ruang lingkup tarikh tasyri’ menurut Dr. Rasyad Hasan Khalil  dalam bukunya Tarikh Tasyri’ ada tiga, yaitu:
Ø  Al-Ahkam al-i’tiqadiya (hukum-hukum teologis), yaitu semua hukum yang berkaitan dengan akidah islam seperti iman kepada Allah, Rosul, Malaikat, Hari kiamat,surge dan neraka dan lain sebagainya.
Ø  Al-Ahkam al-wijdaniya (hukum-hukum berkaitan dengan intuisi hati), yaitu setiap yang berkaitan dengan mesalah akhlak batin, perasaan jiwa seperti zuhud, wara’, iffah, sabar, bijak, dermawan dan yang lainnya.
Ø  Al-Ahkam al-‘amaliyah (hukum-hukum berkaitan dengan amal perbuatan), yaitu setiap perbuatan indrawi atau amali seorang hamba seperti shalat, zakat, dan yang lainnya.
4.      Priodesasi Tarikh Tasyri’
Para ulama menggunakan dua cara untuk membagi tahapan demi tahapan dari perkembangan syariat islam. Diantara mereka ada yang memandang perkembangan syariat islam sama halnya dengan perkembangan manusia dari segi tahapan, manusia mengalami tahapan kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua, sama halnya juga dengan perkembangan syariat islam[7].
Ada juga yang membagi tahapan perkembangan syariat islam dengan melihat aspek perbedaan dan ciri-ciri utama yang juga mempunyai pengaruh yang besar dalam ilmu fiqih. Dengan perbedaan cara ini lah yang juga mengakibatkan berbedanya jumlah tahapan syariat islam. Al Khudlari Bek membagi priode tasyri menjadi 6 bagian, demikian juga dengan Ali as-Sais. Ali Ayali dan Dr. Yusuf Musa membaginya menjadi 4 priode.
Pendapat yang membagi priode tasyri’ menjadi 6 priode ialah:
Ø  Periode pertama:Masa Rasululloh SAW sendiri, yaitu masa meletakkan dasar-dasar syariat dan dasar-dasar ijtihad. Masa ini berjalan kisaran pada tahun 13 sebelum hijriah hingga tahun 11 H
Ø  Periode kedua: Masa Khulafa Rasiydin, yaitu masa meluasnya budaya berijtihad, dan mulai tumbuhnya beberapa faham. Masa ini berjalan kisaran pada tahun 11 H hingga 40 H.
Ø  Masa ketiga : Masa Tabi’in, yaitu masa mulai terpecahnya syariat, dan bertambah luasnya gelanggang perbedaan faham. Masa ini berjalan mulai tahun 40 H hingga permulaan abad ke 2 H.
Ø  Masa keempat : Masa Mujtahidin, yaitu masa tegaknya beberapa dasar fiqih, bebas berijtihad, lahirnya madzhab-madzhab, dan meluasnya perbedaan faham munadzarah. Masai ini berjalan mulai dari awal abad ke 2 H (101 H) hingga pertengahan abad ke 4 H.
Ø  Masa kelima : Masa Muradjihin[8], masa ini berjalan mulai pertengahan abad ke 4 H (351 H) sampai tahun 656 H.
Ø  Masa keenam : Masa Muqallidin, masa ini berjalan mulai tahun 656 H hingga akhir abad ke 13 H.[9]
Sedangkan pendapat para ahli yang membagi priode tasri’ menjadi 4 priode ialah:
Ø  Priode kelahiran dan pembentukan, priode ini sepanjang masa hidup Rosululloh SAW hingga masa penurunan dan kedatang wahyu.
Ø  Priode pembangunan dan penyempurnaan, mencakup masa sahabat dan tabi’in sampai zaman pertengahan abad ke 4 H.
Ø  Priode kemunduran dan taqlid, priode ini dimulai dari pertengahan abad ke 4 sampai abad 12 H.
Ø  Priode kebangkitan dan kesadaran, mulai dari abad 12 H sampai sekarang ini.[10]
5.      Manfaat Tarikh Tasyri’
Dari pembahasan tarikh tasyri’ diatas kita dapat melihat beberapa manfaat ilmu tarikh tasyri’ bagi umat islam, diantaranya:
Ø  Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hukum islam;
Ø  Mengerti sumber-sumber hukum serta mengungkap keistimewaan dan tujuan-tujuannya;
Ø  Mengetahui keadaan umat islam terdahulu dalam mengerahkan seluruh kemampuan dan semangat mereka dalam mempertahankan syariat dan mengungkap rahasia-rahasianya;
Ø  Mengetahui hukum dan hikma-himahnya yang dapat memenuhu kebutuhan manusia;
Ø  Mengetahui perjalan hidup para fuqoha, mujtahid, dan sejarah kehidupan intelektual mereka.
Selanjutnya>>



[1] K.H. Moenawar chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, (Jakarta: GEMA INSANI PRESS, 2001), hal.01
[2] Prof. T.M. Hasbi Ash-shiddieqy, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), hal.11
[4] Dr. Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’,  hal. 05

[5] Prof. T.M. Hasbi Ash-shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 1997), hal.15
[6] Prof. T.M. Hasbi Ash-shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, hal.05
[7] Dr. Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’,  hal. 34
[8] Pengikut-pengikut madzhab yang berusaha mentarjihkan pendapat-pendapat yang diikuti, apabila terdapat perlawanan, dan yang berusaha mengembalikan pendapat-pendapat itu kepada dasar hukum islam.
[9] Prof. T.M. Hasbi Ash-shiddieqy, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam, hal. 12-13
[10] Dr. Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’,  hal. 34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts