Kamis, 30 Oktober 2014

Aplikasi SegiTiga Dlam Penentuan Bola Arah Kiblat

APLIKASI SEGITIGA BOLA DALAM PENENTUAN ARAH KIBLAT
I. PENDAHULUAN
Maka hendaklah engkau hadapkan mukamu ke arah Masjidil Haram; di mana saja kamu berada hendaklah kamu hadapkan mukamu ke sana. (QS al Baqarah ayat 144)
Apabila engkau shalat sempurnakan wudhu mu, kemudian menghadaplah ke Kiblat. (HR Muslim)
Menghadap ke arah Kiblat merupakan salah satu sarat sahnya dalam mengerjakan ibadah shalat. Oleh karena itu usaha menentukan arah Kiblat ketika hendak melaksanakan shalat merupakan sebuah kewajiban (terutama di tempat yang tak terdapat tanda arah Kiblat).
Keunikan dalam ajaran Islam, umat Islam diajar mengenal menentukan arah Kiblat (Qiblat) dalam ritual shalat, salah satu bentuk berdzikir kepada Allah swt. Secara fisik pada waktu menghadap ke Qiblat adalah menghadap ke arah Baitullah, ke arah Ka’bah, tempat pusat putaran thawaf jamaah yang berumrah dan berhaji di masjid al Haram di Mekah.
Ketika dalam perjalanan sehari – hari tidak jarang dalam pelaksanaan shalat, seseorang melakukan ihtiar maksimal dalam menentukan arah Kiblat. Umumnya diputuskan asal menghadap ke Barat dan miring sedikit ke Utara. Ihtiar semacam itu tidak salah, namun pertanyaannya adakah alternatif yang praktis dan lebih baik?
Penentuan arah Kiblat merupakan sesuatu yang perlu dipelajari agar pelaksanaan shalat berjalan dengan tertib, arah Kiblat pada waktu shalat menghadap ke arah Ka’bah di masjidil Haram, Mekah. Posisi lintang dan bujur geografis Ka’bah adalah lintang geografis utara +21° 25dan bujur geografis 39° 50bujur timur. Pengukuran posisi Ka’bah dengan GPS dihasilkan lintang geografis φ = +21° 2521(LU) dan bujur geografis λ = 39° 5034(BT) atau GPS – Mekah lintang geografis φ = +21° 2516.6 (LU) dan bujur geografis λ = 39° 48 27.3 (BT). Variasi penentuan posisi Ka’bah itu secara praktis sangat kecil kurang dari 1 menit busur atau kurang dari 1/60 derajat, sehingga tidak berarti bila dipergunakan untuk menentukan keperluan praktis dalam menghitung arah Kiblat.
Penentuan arah Kiblat ini merupakan sebuah contoh konsep sederhana yang terlihat langsung pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk keperluan meningkatkan ketaqwaan manusia yaitu menyempurnakan rukun shalat. Contoh itu merupakan isyarat tidak terdapat dikhotomi dalam sains dan ajaran Islam, yang mendudukkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengenal Allah.
Bila digali lebih jauh penentuan arah Kiblat bagi manusia memerlukan pemikiran yang mendalam, menentukan arah pada sebuah permukaan bola bukan sebuah bidang datar. Perintah ibadah ritual shalat memicu manusia berfikir untuk menemukan cara agar dapat melaksanakan perintah Allah itu dengan sebaik – baiknya.
Umat Islam selalu diajak untuk mengenal orientasi ruang, kemana arah Utara, Timur, Barat dan Selatan; dan kemana arah Kiblat ? Bagi umat Islam di Indonesia arah Kiblat sekitar 65 ± 4 derajat (antara 61 derajat hingga 69 derajat) dari Utara ke Barat. Angka arah Kiblat dari suatu tempat di Indonesia yang lebih presisi (bisa dinyatakan dalam menit dan detik busur) bila diperoleh dengan melakukan perhitungan menggunakan rumus segitiga Bola (bukan segitiga datar). Arah Kiblat merupakan sudut bola yang dibentuk oleh dua lingkaran besar (lingkaran yang mempunyai pusat dengan bola) yaitu lingkaran besar yang menghubungkan antara tempat pengamat dengan Ka’bah dan lingkaran Besar yang
melewati kutub Bumi dan tempat tempat pengamat dalam bola Bumi. Pada akhirnya pengamat menetapkan arah mata angin di sebuah titik untuk menetapkan arah Kiblat relatif terhadap titik acuan pada lingkaran horizon, yaitu titik Utara, Timur, Selatan dan Barat. Penentuan arah Kiblat semacam ini memerlukan informasi posisi tempat, bisa saja dipergunakan posisi lintang dan bujur geografis di kota “terdekat” sebagai pendekatan awal atau mencari data posisi tempat melalui data pada suatu ATLAS GEOGRAFI, GPS (Global Positioning System) atau data dari BAKOSURTANAL atau lewat Google Earth dsb. Perhitungan itu sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dipelajari, memang memerlukan waktu lebih banyak bagi yang tak terbiasa menggunakan rumus – rumus trigonometri.

Lengkapnya DOWNLOAD Ebooknya DISINI
Download lewat ziddu

Rabu, 29 Oktober 2014

Sistem Waktu dan Kalender


WAKTU DAN KALENDER
1.1. Kalender Julian, Kalender Gregorian dan Julian Day
Ada banyak sistem penanggalan (kalender) di dunia ini. Diantaranya, kalender Islam, kalender Julian, kalender Gregorian, kalender Yahudi, kalender Hindu, kalender Persia, kalender China dan lain–lain. Kalender Islam sangat penting untuk diketahui, karena hal itu menjadi dasar dan patokan dalam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dan sunnah, zakat fitrah, shalat ied dan haji. Sementara itu kalender Gregorian (kalender Masehi) adalah kalender yang digunakan sehari–hari saat ini. Kalender Julian, meskipun sudah 500 tahun lebih tidak digunakan lagi, tetap penting untuk diketahui, setidaknya sebagai penghubung dengan kalender Islam di masa lampau. Misalnya, hubungan antara kalender Islam dengan Julian terhadap peristiwa–peristiwa di masa kenabian Muhammad SAW.
Pada kalender Julian, satu tahun secara rata–rata didefinisikan sebagai 365,25 hari. Angka 365,25 dapat dinyatakan dalam bentuk (3 x 365 + 1 x 366)/4. Karena itu dalam kalender Julian, terdapat tahun kabisat setiap 4 tahun. Kalender Julian berlaku sampai dengan hari Kamis 4 Oktober 1582 M. Paus Gregorius mengubah kalender Julian dengan menetapkan bahwa tanggal setelah Kamis 4 Oktober 1582 M adalah Jumat 15 Oktober 1582 M. Jadi, tidak ada hari dan tanggal 5 sampai dengan 14 Oktober 1582. Sejak 15 Oktober 1582 M itulah berlaku kalender Gregorian.
Banyaknya hari dalam tahun kabisat (leap year) adalah 366 hari, sedangkan dalam tahun biasa (common year) adalah 365 hari. Pada kalender Julian, tahun kabisat dimana bulan Februari terdiri dari 29 hari dirumuskan sebagai tahun yang habis dibagi 4. Contoh tahun kabisat pada kalender Julian adalah tahun 4, 100, 400. Untuk tahun negatif, ada perbedaan antara sejarawan dan astronom dalam penomoran tahun. Bagi sejarawan, hitungan mundur tahun sebelum tahun 1 adalah tahun 1 SM, 2 SM, 3 SM dan  seterusnya. Sementara menurut astronom hitungan mundur tahun sebelum tahun 1 adalah tahun 0, –1, –2 dan seterusnya. Sebagai contoh, tahun –45 sama dengan tahun 46 SM. Adapun tahun kabisat (leap year) yang habis dibagi 4 untuk tahun negative dirumuskan secara astronomis. Jadi yang termasuk tahun kabisat adalah tahun 8, 4, 0, – 4, –8, –12 dan seterusnya.
Dalam kalendar Gregorian, definisi tahun kabisat yang habis dibagi 4 sedikit mengalami perubahan. Jika suatu tahun habis dibagi 4 tetapi tidak habis dibagi 100, termasuk tahun kabisat. Contohnya, tahun 1972, 2468 termasuk tahun kabisat. Jika suatu tahun habis 100, tetapi tidak habis dibagi 400, maka tahun tersebut bukan tahun kabisat. Jika habis dibagi 400, termasuk tahun kabisat. Jadi, tahun 1700, 1800, 1900 bukan tahun kabisat, sedangkan tahun 1600, 2000, 2400 termasuk tahun kabisat.
Terjadinya perubahan kalender Julian menjadi kalender Gregorian disebabkan adanya selisih antara panjang satu tahun dalam kalender Julian dengan panjang rata–rata tahun tropis (tropical year). Satu tahun kalender Julian adalah 365,2500 hari. Sementara panjang rata–rata tahun tropis adalah 365,2422. Berarti dalam satu tahun terdapat selisih 0,0078 hari atau hanya sekitar 11 menit. Namun, selisih ini akan menjadi satu hari dalam jangka 128 tahun. Jadii dalam ratusan atau ribuan tahun, selisih ini menjadi signifikan hingga beberapa hari. Jika dihitung dari tahun 325 M (saat Konsili Nicaea menetapkan musim semi atau vernal ekuinoks jatuh pada 21 Maret) sampai dengan tahun 1582, terdapat selisih sebanyak (1582 – 325) X 0,0078 hari = 9,8 hari atau hampir 10 hari. Dan ini dibuktikan dengan musim semi pada tahun 1582 M, dimana vernal ekuinoks jatuh pada tanggal 11 Maret, bukan sekitar tanggal 21 Maret seperti biasanya. Karena itulah, saat kalender Gregorian ditetapkan, tanggal melompat sebanyak 10 hari. Tanggal setelah 4 Oktober 1582 bukan 5 Oktober tetapi 15 Oktober 1582.
Dalam kalender Gregorian, panjang rata–rata satu tahun adalah 365,2425 hari yang mana cukup dekat dengan rata–rata tahun tropis sebesar 365,2422 hari. Selisihnya dalam setahun adalah 0,0003 hari, yang berarti akan terjadi perbedaan satu hari setelah sekitar 3300 tahun. Sebagai perbandingan, dalam kalender Islam yang menggunakan peredaran bulan, rata–rata satu bulan sinodik adalah 29,530589 hari. Dalam kalender Islam secara aritmetik (bukan hasil observasi/rukyat), dalam 30 tahun (360 bulan) terdapat 11 tahun kabisat (355 hari) dan 19 tahun biasa (354 hari). Rata–rata hari dalam satu bulan adalah (11 X 355 + 19 X 354)/360 = 29,530556 hari. Dengan demikian dalam satu bulan, selisih antara satu bulan sinodik dengan satu bulan aritmetik adalah 0,000033 hari. Selisih ini akan menjadi satu hari setelah kira–kira 30000 bulan atau 2500 tahun.

Lengkapnya DOWNLOAD Ebooknya aja ok
DOWNLOAD DI ZIDDU

Selasa, 28 Oktober 2014

Aliran-Aliran Penentuan Awal Bulan Hijriah di Indonesia


Perbedaan adalah warna yang indah untuk menghias kehidupan ini, karena dengan adanya perbedaan akan memperkaya pengetahuan dan pemikiran. Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki berjuta-juta perbedaan, yang salah satunya adalah perbedaan pemikiran dan pendapat dalam metode Hisab dan Rukyah untuk menentukan awal bulan Hijriah. Oleh karenanya sering sekali terjadi perbedaan dalam pelaksanaan Hari Raya ataupun penentuan awal Ramadhan. Dan masih banyak lagi perbedaan-perbedaan dalam pelaksanaan hari-hari besar umat muslim lainnya, seperti: tahun baru Hijriah, peringatan Maulid Nabi, peringatan Isro Mi’raj, dan peringatan Nuzulul Quran. Selain kerena perbedaan metode yang digunakan, perbedaan ini juga disebabkan karena acuan yang digunakan dalam penanggalan Hijriah adalah gerak Bulan mengitari Bumi, dan inipun menimbulkan banyak permasalahan.
Dalam kesempatan kali ini kami akan memaparkan sedikit pemahaman tentang beberapa metode Hisab Rukyah yang digunakan di Indonesia.
Apabila kita amati dengan seksama perbedaan-perbedaan dalam penentuan awal bulan Hijriah disebabkan oleh dua hal yang pokok:
1.     Dari segi penetapan Hukum
Dari segi penentapan hukum, di Indonesia terdapat empat kelompok besar . kelompok pertama, adalah kelompok yang berpegang kepada penglihatan, observasi, ataupun Rukyah. Kelompok ini tetap menggunakan hisab sebagai persiapan untuk kesuksesan pelaksanaan Rukyah.
Landasan hukum yang digunakan kelompok ini adalah berdasarkan Hadits Nabi yang memerintahkan untuk berpuasa karena melihat bulan (hilal) dan berhari raya kerena melihatnya.
Ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan hisab menurut pandangan mereka merupaka ayat-ayat yang mujmal dan tidak ada sangkut pautnya dengan hukum, karena hampir semua ayat Al-Quran yang berhubungan dengan ketentuan peredaran matahari dan bulan adalah dalam rangka penonjolan kekuasaan Allah yang terbentang di langit dan di bumi serta seluruh isinya.
Sedangkan hadits yang berhubungan dengan adanya perintah untuk menghitung umur bulan, apabia bulan itu tidak dapat dilihat dianggap sebagai hadits yang mutlak yang harus dibawakan kepada keterangan-keterangan hadits yang muqoyyad. Hadits yang muqoyyad itu iyalah perintah untuk menyempurnakan 30 hari umur bulan sya’ban apabila hilal tidak dapat di rukyah.
Itulah sebab apabila kelompok ini telah melakukan rukyah akan tetapi hilal tidak dapat dirukyah maka mereka akan menyempurnakan jumlah hari dalam bulan tersebut menjadi 30 hari.
Kelompok kedua, kelompok ini adalah kelompok yang memegang Ijtima’ sebagai pedoman penentuan awal bulan Hijriah. Kelompok ini berpendirian apabila ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam maka esok hari merupakan bulan baru, sedangkan apabila ijtima’ terjadi setelah matahari terbenam maka bulan baru akan terjadi pada esok lusa.
 Pendapat kelompok ini berlandaskan pada ayat-ayat Al-Qur’an yang memaparkan bahwa Allah tellah menetapkan manzilah-manzilah bagi peredaran matahari dan bulan yang berguna bagi manusia untuk menghitung bilangan jumlah hari dalam satu tahun dan cara perhitungannya. Mereka juga berpendapat bahwa hadits-hadits yang bersangkutan dengan perintah untuk memulai puasa karena melihat bulan dan berhari raya karena melihat bulan dianggap sebagai petunjuk Nabi yang berguna bagi umatnya dalam menentukan awal masuknya bulan. Akan tetapi cara ini buknalah satu-satunya cara dalam menentukan masuknya awal bulan dan bukan merupakan kepastian.
Kelompok ini juga berpendapat bahwa apabila dengan melihat bulan merupakan syarat bagi tiap-tiap orang untuk memulai puasa maka setiap orang diwajibkan untuk melihatnya, akan tetapi dalam kenyataanya hanya sebagian orang yang melihat bulan sedangkan bagian besarnya memulai puasa hanya karena mendengar berita bahwa bulan sudah dapat dilihat.
Kelompok ketiga, kelompok ini adalah kelompok yang memandang bahwa ufuk hakiki sebagai kriterium untuk menentukan wujudnya hilal. Kegiatan pokok kelompok ini dalam mempersiapkan perhitungan ialah menentukan kedudukan hakiki bulan pada saat matahari terbenam, apabila bulan berada di atas ufuk hakiki maka bulan dihukumi wujud (wujud Hukman), sedangkan apabila hilal berada di bawah ufuk hakiki malam itu maka keesokan harinya dianggap sebagai akhir bulan yang sedang berjalan.
Kelompok ini landasan hukum yang digunakan hampir sama dengan alas an yang dikemukakan oleh kelompok yang kedua, hanya saja mereka memahami ayat-ayat Al-Quran secara keseluruhan sehingga mereka berkesimpulan bahwa apabila kedudukan hilal sudah diketahui dengan akal telah berada di atas ufuk hakiki, maka pengetahuan akal tersebut tidak dapat didustakan lagi dan merupakan alas an yang kuat untuk menentapkan awal masuknya bulan baru.
Kelompok keempat, kelompok ini adalah kelompok yang berpegang kepada kedudukan hilal di atas ufuk mar’I (yaitu ufuk yang dapat dilihat langsung oleh mata kepala) sebagai kriteria dalam menentukan masuknya awal bulan baru. Apabila hilal berada di atas ufuk mar’i pada saat matahari terbenam maka hilal  di anggap sudah wujud.
Kelompok ini dalam melakukan perhitungan-perhitungannya melakukan banyak koreksi-koreksi baik koreksi terhadap ufuk maupun terhadap hilal. Koreksi yang dilakukan tehadap ufuk adalah koreksi kerendahan ufuk yang relative terhadap posisi pengamat, juga koreksi refraksi yang berlaku bagi ufuk itu. Koreksi ini dilakukan dengan sangat cermat dengan tujuan agar kedudukan ufuk dapat diperhitungkan sesuai dengan penglihatan mata pengamat. Sedangkan koreksi yang dilakukan terhadap tinggi hilal ialah semi diameter bulan, refraksi, parallax.
Dasar yang disunakan oleh kelompok ini hampir sama dengan dasar yang digunakan kelompok kedua dan ketiga, hanya saja kelompok ini selain memperhatikan ayat-ayat Al-Quran secara keseluruhan, mereka juga memautkannya dengan jiwa yang terkandung dalam hadits, yaitu kedudukan bulan ditentukannya dengan kecermatan sedemikian rupa sesuai dengan pandangan mata pengamat.
2.     Dari segi system atau metode perhitungan
Dari segi metodhe yang digunakan dalam perhitungan di Indonesia terdapat dua kelompok besar.
Kelompok pertama, kelompok ini adalah kelompok yang menggunakan metode hisab ‘Urfi, yaitu hisab yang kegiatan perhitungannya dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah tradisional, yaitu dibuatnya anggaran-anggaran dalam menentukan perhitungan masuknya awal bulam itu dengan anggaran yang didasarkan pada peredaran bulan.
Kelompok kedua, kelompok yang menggunakan metode Hisab Hakiki, yaitu sisten penentuan awal bulan qomariyah dengan cara menentukan kedudukan bulan pada saat matahari terbenam.
Cara yang ditempuh oleh kelompok ini adalah
Ø Menentukan terjadinya ghurub
Ø Menghitung longitude matahari dan bulan dan data lainya dengan kordinat Ekliptika
Ø Menghitung terjadinya Ijtima’
Ø Menghitung jarak sudut matahari dan bulan saat matahari terbenam
Ø Menentukan azimuth bulan
Dalam perhitungan keakuratan hasil perhitungan dipengaruhi juga oleh data yang digunakan dalam perhitungan. Sedangkan data yabg sering digunakan ialah data Ephemeris.

          .Tulisan ini dicuplik dari buku Almanak hisab rukyah, yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI, tahun1981

Senin, 27 Oktober 2014

FENOMENA ALAM HARIAN


Dalam kehidupan sehari-hari pasti kita akan menemui beberapa fenomena alam yang selalu terjadi setiap harinya. Dari berbagai fenomena yang selalu terjadi ini lah manusia mulai berfikir apa penyebab terjadinya fenomena –fenomena harian tersebut. Seperti yang selalu kita alami, setiap pagi kita akan menyaksikan matahari terbit dari arah timur, dan akan tenggelam pada sore hari di arah barat, dan begitu pula benda-benda langit yang lain.
Dari berbagai fenomena harian yang terjadi apakah kita mengetahui apa penyebab dan akibat dari fenomena tersebut? Oleh karenanya dalam kesempatan kali ini kami akan memaparkan sedikit penjelasaan tentang penyebab dan akibat dari fenomena harian tersebut, dengan keterbatasan pengetahuan yang kami miliki ini semoga bermanfaat J
Fenomena alam harian ialah fenomena alam yang terjadi setiap hari. Seperti terjadinya siang dan malam, terbit dan tenggelamnya benda-benda langit, dan lain-lain. Fenomena ini terjadi terus menerus setiap hari sepanjang tahun, sehingga oleh sebagian manusia digunakan sebagai penanda waktu pelaksanaan kegiatan keagamaan dan lainnya.[1]
Ketika kalender dan jam belum ditemukan orang-orang terdahulu selalu mengamati fenomena-fenomena alam harian sebagai tanda waktu pelaksanaan ibadah, dan sampai saat inipun masih digunakan walaupun hanya sebian kecil kelompok yang menggunakannya. Seperti dalam pelaksanaan sholat lima waktu, patokan yang kita gunakan adalah pergerakan dari matahari yang akan berada pada posisi-posisi tertentu jika diamati dari bumi dan pada posisi-posisi tertentu tersebutlah sholat harus dilaksanakan.
Fenomena alam harian pada dasarnya merupakan fenomena yang terjadi akibat dari pergerakan bumi. Beragam pergerakan bumi mengakibatkan berbagai fenomena alam pula. Seperti terbit dan tenggelamnya benda-benda langit, pasang surut air laut pergantian musim dan lain sebagainya.
Seperti yang kita amati setiap hari, matahari, bulan, bintang, dan benda langit lainya akan terlihat berjalan mengelilingi bumi, fenomena inilah yang akan menyebabkan terjadinya siang dan malam di bumi. Yang menjadi penyebab terjadinya fenomena ini adalah perputaran bumi pada porosnya dari barat ke timur yang berjalan dalam sehari semalam sekitar 23 jam 56 menit 4 detik. Akibat dari perputaran bumi ini, benda-benda langit termasuk matahari, bulan dan bintang-bintang terlihat beredar setiap hari dari arah timur ke arah barat sejajar dengan lingkaran equator. Peredaran matahari dari arah timur ke barat bukanlah peredaran sesungguhnya, melainkan akibat perputan bumi. Oleh karena itulah peredaran matahari itu disebut dengan peredaran “semu harian matahari”.[2]
Apabila di suatu tempat matahari sedang berada tepat di atasnya, kemudian bumi itu berputar (berotasi) ke arah timur, maka setelah 23 jam 56 menit tempat itu telah melakukan satu putaran penuh yaitu (360 derajat), tetapi matahari belum tepat di atas tempat itu lagi, dan untuk sampai ke kulminasi[3] atas seperti pada waktu kemarinnya lagi, matahari masih membutuhkan waktu 4 menit lagi. Rupanya dalam jangka waktu 23 jam 56 menit itu matahari telah bergerak semu ke arah timur langit sebesar 1 derajat, dan sebenarnya gerak ini sebagai akibat dari gerak evolusi bumi.
Bumi yang berputar pada porosnya dari barat ke timur setiap harinya akan menyebabkan beberapa akibat yang luarbiasa diantaranya:
a. Terjadinya peristiwa siang dan malam
Matahari memberikan sinarnya kesegala penjuru bumi yang merupakan planet ke tiga. Karena bumi berbentuk bulat bola maka di satu sisi terjadi siang dan di sisi lain akan terjadi malam. Dan antara bagian permukaan bumi yang mendapatkan siang dan permukaan yang mendapatkan malam memiliki batas yang diberi nama lingkaran bayangan.
b. Gerak semu benda-benda langit
Pada malam hari peristiwa ini bisa dilihat apabila kita memandang langit pada siang kemudian malam hari, akan terlihat perubahan pada kedudukan benda langit, ini disebabkan karena bumi ini berotasi dari barat ke timur. Nampak oleh kita matahari, bulan, bintangterbit dari ufuk timur dan terbenam di ufuk barat.[4]
c. Adanya perbedaan waktu
Dengan adanya rotasi bumi maka akan mengakibatkan perbedaan waktu. Perbedaan waktu tersebut adalah sebesar 1 jam setiap 15 derajat atau 4 menit setiap 1 derajat. Konversi ini diperoleh dari waktu yang diperlukan untuk satu kali putaran penuh (360 derajat) selama 24 jam. Atas dasar ini yang menjadikan pembagian waktu di dunia.[5]
Di Indonesia pembagian waktu dibagi menjadi tiga wilayah bagian:
1. Waktu indonesia bagian barat (WIB) sesungguhnya adalah waktu pada meridian (bujur) 150 derajat BT, yang dijadikan waktu standar untuk indonesia wilayah barat adalah 7 jam lebih dahulu dari waktu Greenwich Mean Time (GMT).
2. Waktu indonesia bagian Tengah (WITA) sesungguhnya adalah adalah waktu pada meridian 120 derajat BT, sama dengan 8 jam lebih dulu dari GMT
3. Waktu indonesia bagian timur (WIT) sesungguhnya adalah waktu pada maridian 135 derajat BT, sama dengan 9 jam lebih dulu dari GMT.[6]
d. Perubahan arah angin
Menurut hukum Boys Ballot, angin angin akan bergerak dari daerah yang bertekanan maksimum ke daerah yang tekanannya minimum, jiga disebabkan karena adanya bembelokan dari bumi bagian utara kekanan, dan bagian bumi selatan ke kiri.
Atau angin yang datang dari selatan khatulistiwa menuju khatulistiwa membelok ke kiri, sedangkan yang datang dari utara khatulistiwa menuju khatulistiwa membelok ke kanan

e. Perubahan lama siang dan malam
 Gerak bumi yang sering di sebut dengan gerak semu harian maraharipun berdampak pada lama sing dan malam di belahan bumi. Ketika matahari menempati kedudukan tepat di garis katulistiwa yaitu pada tanggal 21 maret dan 23 september maka semua tempat di bumi akan mengalami panjang malam dan siang yang sama yaitu 12 jam
Namun ketika pada tanggal 21 juni bumi belahan utara akan mengalami siang yang lebih panjang daripada malam. Sedangkan belahan bumi selatan akan mengalami keadaan yang sebaliknya yaitu malam lebih panjang daripada siang. Sedang daerah sekitar lingkaran kutub utara mengalami siang selama 24 jam penuh. Dan sebaliknya pada daerah lingkar kutub selatan akan mengalami malam penuh selama 24 jam.
Pergantian musim di bumi merupakan akibat dari revolusi bumi. Dalam revolusinya sumbu bumi miring 66,5 derajat terhadap bidang eliptika, sehingga gerakan revolusi bumi tidak sejajar dengan equator bumi, melainkan membentuk sudut sebesar 23,5 derajat. Dengan demikian pada waktu tertentu terjadi musim panas atau musim dingin. Alternatif paparan ini adalah bumi berputar pada orbitnya. Oleh karena itu, pada waktu tertentu terlepas dari musim belahan bumi utara dan selatan mengalami musim yang berlawanan. Perbedaan musiman antara belahan bumi disebabkan oleh orbitelips bumi. Bumi mencapai perihelion (titik pada orbitnya paling dekat dengan matahari) pada januari, dan mencapai aphelion (titik terjauh dari matahari) pada bulan juli. Meskipun efek ini pada musim bumi adalah kecil, tetapi terasa dingin belahan bumi utara dan musim panas di belahan selatan.




[1] Selamet Hambali, pengantar Ilmu Falak Menyimak Proses Pembentukan Alam Semesta, Yogyakarta : Bismillah Publiser, 2012 hlm.176
[2] Ahmad Maimun,  Ilmu Falak Teori Dan Praktik, KUDUS: 2011. Hlm.21-22
[3] Kulminasi adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menyatakan bahwa pada saat itu suatu benda langit mencapai ketinggian yang tertinggi pada peredaran semu hariannya.
[4] Selamet Hambalo Op.cit hlm.199
[5] Ahmad Maimun, Loc.cit
[6] Ahmad izzudin, Ilmu Falak Praktis, Semarang, Pustaka Rizqi Putra, 2012 hlm.33

Sabtu, 25 Oktober 2014

Al-Wakalah atau Al-Wikalah


Dalam  kehidupan sehari-hari kita banyak melakukan kegiatan berMu’amalah, yang dalam islam ber-mu’amalah memiliki aturan-aturan tersendiri. Dalam ber-mu’amalah sering kali kita menggunakan akad wakalah atau mewakilkan suatu pekerjaan kepada orang lain karena alas an kita tidak bias untuk melaksanakan tugas yang seharusnya kita laksanakan. Oleh karenanya dalam kesempatan kali ini kami akan membahas sedikit permasalahan yang berkaitan dengan wakalah atau perwakilan yang kami dapat dari perkuliahan kemarin. J
Secara bahasa Al Wakalah atau Al Wikalah,  bermakna: At Tafwidh (penyerahan = pendelegasian = pemberian mandat). Sedangkan Al-Wakalah atau al-wakilah menurut istilah para tokoh ulama berbeda-beda antara lain sebagai berikut.
·        Malikiyyah berpendapat bahwa al-Wakalah ialah seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hak (kewajiban), dia yang mengelola pada posisi itu.
·        Hanafiyyah berpendapat bahwa al-Wakalah ialah  seseorang menempati diri orang lain dalam tasharruf (pengelolahan).
·        Sayyid al-bakri ibnu al-Arif billah al- sayyid Muhammad Syatha al-Dhimyati berpendapat bahwa al-Wakalah ialah seseorang menyerahkan urusannya kepada yang lain yang didalamnya terdapat penggantian.
·        Imam Taqy al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini berpendapat bahwa al-Wakalah ialah seseorang yang menyerahkan hartanya untuk dikelolahnya yang ada penggantinya kepada yang lain supaya menjaganya ketika hidupnya.
·        Hasbi Ash-Shiddiqy berpendapat bahwa al-Wakalah ialah Akad penyerahan kekuasan, pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai gantinya dalam bertindak.
·        Idris Ahmad berpendapat bahwa al-Wakalah ialah seseorang yang menyerahkan suatu urusanya kepada orang lain yang dibolehkan oleh syara’. Supaya yang diwakilkan dapat mengerjakan apa yang harus dilakukan dan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.[1]

Dari banyaknya defnisi tersebut dapat ditarik kesimpulan al wakalah adalah penyerahan kekuasaan oleh seseorang pada orang lain dalam hal-hal yang dapat diwakilkan baik berupa harta atau pekerjaan sehingga yang mewakili berkuasa penuh atas apa yang diwakili serta selama yang mewakilkan masih hidup dan tidak ada pemutusan akad perwakilan.
Ada beberapa rukun-rukun dalam berwakalah yaitu:
Ø Yang berwakil dan wakil syarat keduanya hendaknya dapat menjalankan pekerjaan itu dengan sendirinya (pekerjaan itu boleh dikerjakan sendiri atau diwakilkan dan dia boleh menjadi wakil pekerjaan itu). Yang menjadi wakil tidak boleh mewakilkan lagi kepada orang lain, kecuali dengan izin dari yang berwakil atau karena sangat terpaksa. Sedangkan masalah anak kecil dan orang gila tidak sah berwakil atau menjadi wakil. Adapun anak kecil ada sedikit pembeda, dia sah mewakilkan dalam tindakan-tindangan yang bermanfaat, mahdhah seperti mewakilkan untuk menerima hibah, sedekah dan wasiat. Jika tindakan itu adalah tindakan dharah mahdhah (berbahaya) seperti talak, memberikan sedekah, memberikan hibah maka tidak dibenarkan mewakilkan. Sedangkan menurut madzhab hanafi, anak kecil yag sudah dapat membedakan barang maka sah diberikan perwakilan karena ia sudah dianggap sebagai orang yang baligh.
Ø Pekerjaan yang diserahkan syaratnya:
a.     Situasi pekerjaannya boleh digantikan oleh orang lain, oleh karena itu tidak sah melakukan wikalah untuk mengerjakan ibadah, kecuali ibadah-ibadah tertentu
b.     Pekerjaan itu telah menjadi milik yang berwakil sewaktu dia berwakil, oleh karena itu tidak sah berwakil menjual barang yang belum menjadi miliknya
c.      Keadaan pekerjaan itu diketahui dengan jelas.
Ø Akad atau Lafadz syaratnya adalah menggunakan sebuah kalimat yang menunjukan keridoan yang berwakil atas apa yang diwakilkan. Dan tidak disyaratkan adanya lafadz tertentu akan tetapi sudah sah dengan apa saja yang dapat menunjukan hal itu baik berupa ucapan atau perbuatan. [2]
Sedangkan macam-macam wakalah dapat diklarifikasikan sebagai berikut :
·        Wakalah al mutlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa batasan waktu syarat atau kaidah tertentu dan untuk segala urusan, semisal seperti ungkapan : juallah mobil ini, tanpa menyebutkan harga yang diinginkan.
·        Wakalah al muqayyadah, yaitu penunjukan wakil untuk bertindak atas namanya dibatasi dengan syarat-syarat tertentu, misalnya juallah mobilku dengan harga 100 juta jika kontan dan 150 juta jika kredit.
·        Wakalah al ammah, perwakilan yang prosesi pendelegasian wewenangnya bersifat umum, tanpa adanya spesifikasi, Seperti ungkapan belikanlah aku mobil apa saja yang kamu temui. [3] 
Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak semua manusia berkemampuan melakukan segala urusannya secara pribadi. Ia membutuhkan orang lain untuk diberi mandat untuk menjadi wakilnya melakukan beberapa urusan.
Salah satu dasar dibolehkannya al-wakalah adalah firman Allah SWT berkenaan dengan Ash-habul Kahfi,
“Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” (Q.S. Al-Kahfi: 19).
Ayat ini melukiskan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang bertindak  atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli makanan.[4]
a.     Q.S. Al-Baqarah: 283
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah: 283)
Dalam ayat ini menerangkan bahwa apabila suatu ketika kita melakukan transaksi utang piutang akan tetapi tidak terdapat seorang saksi, juga tak ada seorang yang dapat menulis kesepakatan atau perjanjian tersebut, maka orang yang berhutang dapat memberikan jaminan kepada orang yang memberikan hutang. Dengan demikian maka secara tidak langsung orang yang berhutang telah mewakilkan hak atas barang tersebut kepada orang yang memberikan hutang dalam hal perawatan dan pemanfaatan selama orang yang berhutang belum melunasi hutangnya, atau dengan syarat-syarat tertentu yang telah disepakati bersama.
b.     QS An-Nisaa: 35
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS An-Nisaa: 35)
          Ayat ini menerangkan bahwa apabila terdapat perselisihan antara suami dan istri maka hendaklah mereka mengirimkan seorang hakim dari keluarga laki-laki dan perempuan sebagai wakil dalam menyelesaikan perselisihan tersebut.
c.      QS Yusuf: 55
“Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.”(QS Yusuf: 55)
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan Wakalah, diantaranya:
“Bahwasanya Rasulullah mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilkannya mengawini Maimunah binti Al Harits”.
(HR. Malik dalam al-Muwaththa’)
Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
 (HR Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
Dalam kehidupan sehari-hari, Rosulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lain. [5]
3. Ijma’
Para ulama pun bersepakat dengan ijma’ atas diperbolehkannya Wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa. Tolong-menolong diserukan oleh Al-Qur’an dan disunahkan oleh Rasulullah.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram,  jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah: 2).
Akad wakalah akan berakhir apabila:
1.     Matinya salah seorang dari yang berakad, atau menjadi gila. Karena salah satu wakalah adalah hidup dan berakal. Apabila terjadi kematian, atau gila, berarti syarat sahnya menjadi tidak ada.
2.     Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud. Kerena jika telah terhenti, dalam keadaan ini wakalah tidak memiliki makna lagi.
3.     Pemutusan oleh orang yang mewakilkan terhadap wakil sekalipun dia tidak tahu, ini menurut madzhab Asy Syafi’I dan Hambali. Sedangkan menurut madzhab Hanafi wajib bagi wakil mengetahui pemutusan. Sebelum ia mengetahui hal itu maka tindakannya tidak ubahnya seperti sebelum diputuskan untuk segala hukumnya.
4.     Wakil memutuskan sendiri. Tidak perlu orang yang mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak diperlukan kehadirannya.
5.     Keluarnya orang yang mewakili dari status pemilikan.[6]
Dalam praktek keseharian khususnya dalam perbankan, transaksi wakalah sangatlah sering terjadi, meski keberadaannya sekilas tak kasat mata, namun jika dilihat mendalam transaksi wakalah hampir selalu mewarnai dunia perbankan saat ini, diantara transaksi perbankan yang tidak luput dari wakalah antara lain :
Ø Transfer uang.
Proses transfer uang ini merupakan salah satu konsep perbankan yang berbasis akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini:
·        Wesel Pos.
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju.
·        Transfer uang melalui cabang suatu bank.
Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut. Berikut adalah proses pentrasferan uang melalui cabang sebuah bank.
·        Transfer melalui ATM.
Ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
Ø Investasi Reksadana Syari’ah.
Akad untuk transaksi Investasi Reksadana Syariah ini menggunakan akad Wakalah dan Mudharabah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik modal memberikan kuasa kepada manajer investasi agar memiliki kewenangan untuk menginvestasikan dana dari pemilik modal.
Ø Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah.
Akad untuk transaksi pembiayaan rekening koran syariah ini menggunakan akad Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 30/DSN/VI/2002. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana bank memberikan kuasa kepada nasabah untuk melakukan transaksi yang diperlukan.
Ø Asuransi Syari’ah.
Akad untuk Asuransi syariah ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSN-MUI/III/2006. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan kuasa kepada pihak asuransi untuk menyimpannya ke dalam tabungan maupun ke dalam non-tabungan. Dalam model ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan pemegang polis sebagai Al-Muwakil. [7]



[1] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002), hal 231.
[2] H. Sulaiman Rasjid, Fikih Islam, (Attahirijah: Jakarta, 1954) hal.307
[3] Ismail, Perbankan Syari’ah, (Jakarta: KENCANA,2011), hal 105.
[4] M. Syafii. Antonio. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek. Hlm. 121
[5] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13,(al ma’arif: Bandung, 1987)hal. 55-56
[6] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13,(al ma’arif: Bandung, 1987), hal 66.

Popular Posts