Minggu, 20 Maret 2016

Altimeter (Alat Pengukur Ketinggian)

A.    Pengertian Altimeter
Altimeter adalah alat yang digunakan untuk mengetahui ketinggian suatu tempat dari permukaan laut. Altimeter biasanya digunakan dalam penerbang, pendakian dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan ketinggian. Altimeter sendiri dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan cara kerjanya, diantaranya adalah altimeter barometik, sonic altimeter, laser altimeter, dan radar altimeter.
B.     Jenis – jenis Altimeter dan Cara Kerjanya

1.      Barometik Altimeter
Altimeter barometik adalah altimeter yang perhitungannya berdasarkan pengukuran tekanan atmosfer . Semakin besar ketinggian, semakin rendah tekanan. Dalam pesawat, sebuah barometer aneroid mengukur tekanan atmosfir dari pelabuhan statis luar pesawat. Tekanan udara menurun dengan peningkatan ketinggian-sekitar 100 hectopascals per 800 meter atau satu inci dari merkuri per 1.000 kaki di dekat permukaan laut .
Pada ketinggian rendah di atas permukaan laut, tekanan menurun sekitar 1,2 kPa untuk setiap 100 meter. Untuk ketinggian yang lebih tinggi dalam troposfer , persamaan berikut (yang rumus barometrik ) berkaitan tekanan atmosfer p ke ketinggian h

di mana parameter konstan seperti yang dijelaskan di bawah ini:
Parameter
Deskripsi
Nilai
p 0
permukaan laut standar tekanan atmosfer
101325 Pa
L
lapse rate suhu, = g / c p untuk udara kering
0,0065 K / m
c p
tekanan konstan panas spesifik
~ 1007 J / (kg • K)
T 0
permukaan laut suhu standar
288,15 K
g
Earth-permukaan percepatan gravitasi
9,80665 m / s 2
M
massa molar udara kering
0.0289644 kg / mol
R
yang universal gas konstan
8,31447 J / (mol • K)
 Sebuah aplikasi penting dari pengetahuan bahwa tekanan atmosfer bervariasi secara langsung dengan ketinggian adalah dalam menentukan ketinggian bukit dan gunung berkat ketersediaan perangkat pengukuran tekanan yang handal. Sementara pada tahun 1774 Maskelyne itu membenarkan teori gravitasi Newton di Schiehallion dan di Skotlandia (menggunakan plumb bob deviasi untuk menunjukkan efek dari "gravitasi") dan mengukur secara akurat elevasi, William Roy menggunakan tekanan udara bisa mengkonfirmasi penentuan tinggi badannya, perjanjian menjadi ke dalam satu meter (3,28 kaki). Ini alat yang kemudian berguna untuk pekerjaan survey jarak dan pembuatan peta. Ini adalah bagian dari "penerapan ilmu" yang memberi wawasan kepada orang ilmu yang bisa dengan mudah  diterapkan dan relatif murah menjadi "berguna".

2.      Radar altimeter

Altimeter radar adalah altimeter yang menggunakan sinyal radio guna mengetahui ketinggian suatu benda dari permukaan bumi. Sebuah radar altimeter biasa  digunakan pada pesawat, mengukur ketinggian dengan menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh gelombang radio sejak dikirimkan ke tanah dan memantul kembali ke pesawat. Jenis altimeter ini memberikan jarak antara antena yang ada pada pesawat dan langsung ke tanah yang ada di bawahnya, berbeda dengan altimeter barometrik yang memberikan jarak di atas data yang ditetapkan, biasanya merupakan permukaan laut.
Altimeter radar biasanya bekerja di pita E , Ka band , altimeter radar juga menyediakan metode yang dapat diandalkan dan akurat untuk mengukur ketinggian di atas air, ketika terbang  di atas permukaan laut.
Sesuai namanya, radar adalah prinsip fondasi dari system gelombang radio yang ditransmisikan ke tanah dan waktu yang dibutuhkan mereka untuk dipantulkan kembali ke pesawat tersebut berjangka waktu. Karena kecepatan, jarak dan waktu semua berhubungan satu sama lain, jarak dari permukaan memberikan refleksi dapat dihitung sebagai kecepatan gelombang radio dan karena waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak yang dikenal kuantitas.
Radar adalah sistem objek-deteksi yang menggunakan gelombang radio untuk menentukan kisaran, sudut, atau kecepatan benda. Hal ini dapat digunakan untuk mendeteksi pesawat , kapal, pesawat ruang angkasa , peluru kendali , kendaraan bermotor , formasi cuaca , dan medan. Sebuah radar memancarkan gelombang radio atau gelombang mikro yang mencerminkan dari setiap objek di jalan mereka. Sebuah radar menerima, yang biasanya merupakan sistem yang sama seperti radar mengirimkan, menerima dan memproses gelombang tercermin untuk menentukan sifat dari objek.
Radar diam-diam mulai dikembangkan oleh beberapa negara pada periode sebelum dan selama Perang Dunia II . RADAR Istilah ini diciptakan pada tahun 1940 oleh Angkatan Laut Amerika Serikat sebagai akronim untuk kata RA dio D etection A nd R Anging.
Penggunaan radar pada zaman modern ini sangat beragam, termasuk udara dan kontrol lalu lintas darat, astronomi radar , sistem pertahanan udara , sistem antimisil ; radar laut untuk mencari landmark dan kapal lainnya; sistem pesawat anticollision; pengintai laut sistem, pengawasan luar angkasa dan pertemuan sistem; meteorologi pemantauan curah hujan; altimetri dan kontrol penerbangan sistem ; dipandu rudal , target sistem lokasi radar penembus tanah untuk pengamatan geologi; dan radar jarak dikendalikan untuk surveilans kesehatan masyarakat . [3] sistem radar berteknologi tinggi yang terkait dengan pemrosesan sinyal digital , mesin belajar dan mampu mengekstrak informasi yang berguna dari sangat tinggi kebisingan tingkat.

3.      Sonic altimeter

Pada tahun 1931, US Army Air Corps dan General Electric menguji altimeter sonic untuk pesawat, yang dianggap lebih dapat diandalkan dan akurat dari pada altimeter barometik yang bergantung pada tekanan udara, dan tak akan terganggu saat kabut tebal atau hujan datang. Altimeter baru ini menggunakan serangkaian nada tinggi seperti yang dibuat oleh kelelawar untuk mengukur jarak dari pesawat ke permukaan, yang pada saat kembali ke pesawat akan dikonversi ke satuan kaki kemudian ditampilkan pada alat ukur dalam kokpit pesawat.
Pada dasarnya altimeter sonic memiliki cara kerja yang sama dengan altimeter radar, yaitu sama – sama menggunakan waktukan waktu yang dibutuhkan suatu gelombang untuk kembali ke pesawat setelah dipantulkan ke permukaan tanah. hanya saja terdapat perbedaan jenis gelombang yang digunakan, yaitu gelombang suara ultra sonic.
4.      LIDAR (Light Detection and Ranging)
Lidar adalah teknologi survei yang mengukur jarak dengan menerangi target dengan laser yang ringan. Lidar populer digunakan sebagai teknologi untuk membuat peta beresolusi tinggi, dengan aplikasi di geodesi , geomatika , arkeologi , geografi , geologi , geomorfologi , seismologi, kehutanan, fisika atmosfer, pemetaan udara Laser petak (ALSM) dan laser altimetri.
Lidar berasal pada awal tahun 1960, tak lama setelah penemuan laser, dan dikombinasikan laser difokuskan pencitraan dengan radar kemampuan  untuk menghitung jarak dengan mengukur waktu yang dibutuhkan sinyal untuk kembali. Masyarakat umum menjadi sadar akan akurasi dan kegunaan dari sistem LIDAR pada tahun 1971 selama misi Apollo 15, ketika astronot menggunakan altimeter laser untuk memetakan permukaan bulan.
Lidar telah digunakan secara luas untuk penelitian atmosfer dan meteorologi . Instrumen LIDAR dipasang ke pesawat dan untuk satelit melaksanakan survei dan pemetaan - contoh baru-baru menjadi US Geological Survey Eksperimental Lanjutan Airborne Penelitian LIDAR. NASA telah mengidentifikasi LIDAR sebagai teknologi kunci untuk memungkinkan presisi otonom pendaratan yang aman dari robot masa depan dan kendaraan  lunar -landing berawak.
Panjang gelombang bervariasi sesuai target: dari sekitar 10 mikrometer ke UV (sekitar 250 nm ). Biasanya cahaya dipantulkan melalui hamburan balik . Berbagai jenis hamburan digunakan untuk aplikasi lidar yang berbeda: yang paling umum Rayleigh hamburan , Mie hamburan , Raman hamburan , dan fluoresensi . Berdasarkan berbagai jenis hamburan balik, LIDAR dapat sesuai disebut Rayleigh Lidar, Mie Lidar, Raman Lidar, Na / Fe / K fluoresens Lidar, dan sebagainya. Kombinasi yang sesuai dari panjang gelombang dapat memungkinkan untuk pemetaan jarak jauh isi atmosfer oleh mengidentifikasi perubahan panjang gelombang tergantung pada intensitas sinyal kembali.

Dalam fisika atmosfer, LIDAR digunakan sebagai instrumen deteksi jarak jauh untuk mengukur kepadatan konstituen tertentu dari atmosfer menengah dan atas, seperti kalium , natrium , atau molekul nitrogen dan oksigen . Pengukuran ini dapat digunakan untuk menghitung suhu. Lidar juga dapat digunakan untuk mengukur kecepatan angin dan untuk memberikan informasi tentang distribusi vertikal dari aerosol partikel.

Minggu, 06 Maret 2016

AWAL WAKTU SHOLAT PERPEKTIF SYAR’I DAN SAINS


A.    PENDAHULUAN
Persoalan shalat adalah persoalan fundamental dan signifikan dalam Islam.Dalam menunaikan kewajiban shalat, kaum musimin terikat pada waktu-waktu yang sudah ditentukan.Waktu-waktu pelaksanaan shalat telah diisyaratkan oleh Allah SWT dalam ayat-ayat al-Qur’an, yang kemudian dijelaskan oleh Nabi SAW dengan amal perbuatan nya sebagaimana hadist-hadist yang ada.
Hanyasaja waktu-waktu shalat yang ditunjukkan oleh al-Qur’an maupun hadist Nabi hanya berupa fenomena alam, yang kalau tidak menggunakan ilmu falak, tentunya akan mengalami kesulitan dalam menentukan awal waktu shalat. Terutama di zaman modern seperti sekarang, dimana setiap orang punya berbagai macam kesibukan.Kebanyakan orang pasti kesulitan jika harus disuruh mengamati fenomena alam lima kali sehari untuk menentukan kapan waktu shalat tiba. Untuk menentukan waktu dhuhur misalnya, kita harus keluar rumah melihat matahari berkulminasi.Demikian pula waktu ashar, kita harus keluar rumah dengan membawa tongkat atau alat sejenisnya kemudian mengukur dan membandingkan antara panjang bayangan dengan tongkat aslinya dan seterusnya.
Olehkarena itu, para ulama’ khususnya di bidang ilmu falak membuat rumusan perhitungan untuk menentukan kapan tibanya waktu shalat, dengan memperhatikan fenomena alam yang telah dijelaskan dalam hadist-hadist Rasulullah SAW.

B.     DASAR HUKUM SHALAT DAN WAKTU-WAKTUNYA.
Terdapat banyak dalil-dalil naqli baik al-Qur’an maupun hadist-hadist Rasulullah yang menerangkan tentang kewajiban melaksanakan shalat serta waktu-waktu pelaksanaannya.Berikut kami paparkan sebagian dalil yang dianggap paling umumdiantaranya :
#sŒÎ*sùÞOçFøŠŸÒs%no4qn=¢Á9$#(#rãà2øŒ$$sù©!$#$VJ»uŠÏ%#YŠqãèè%ur4n?tãuröNà6Î/qãZã_4#sŒÎ*sùöNçGYtRù'yJôÛ$#(#qßJŠÏ%r'sùno4qn=¢Á9$#4¨bÎ)no4qn=¢Á9$#ôMtR%x.n?tãšúüÏZÏB÷sßJø9$#$Y7»tFÏ.$Y?qè%öq¨BÇÊÉÌÈ
Artinya: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.(Q.S. an—Nisa’:103)بن
Sedangkan hadist yang menjelaskan tentang waktu-waktu shalat ialah sebagaimana hadist yang diterangkan oleh sahabat Jabir bin Abdullah, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Nasa’i dan Tirmidzi. Yang artinya sebagaimana berikut:
“Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata: bahwasanya telah datang kepada Nabi Saw Jibril a.s. untuk mengajarkan waktu-waktu shalat, lalu Jibril maju ke depan sedangkan Rasulullah dibelakangnya dan orang-orang di belakang Rasulullah, kemudian shalat Dhuhur ketika Matahari tergelincir. Kemudian ia datang lagi ketika bayang-bayang sesuatu sama dengan (tinggi)nya. Mereka melakukan seperti yang pernah dilakukan, lalu Jibril maju ke depan sedangkan Rasulullah dibelakangnya dan orang-orang di belakang Rasulullah, kemudian Shalat Ashar. Kemudian Jibril datang lagi ketika Matahari terbenam. lalu Jibril maju ke depan sedangkan Rasulullah dibelakangnya dan orang-orang di belakang Rasulullah, kemudian shalat Maghrib. Kemudian Jibril datang lagi ketika awan(mega) merah telah hilang, lalu Jibril maju ke depan sedangkan Rasulullah dibelakangnya dan orang-orang di belakang Rasulullah, kemudian Shalay Isya’. Kemudian Jibril datang lagi ketika terbit fajar,lalu Jibril maju ke depan sedangkan Rasulullah dibelakangnya dan orang-orang di belakang Rasulullah, kemudian shalat pagi (Shubuh). pada hari berikutnya, Jibril datang (lagi) ketika bayang-bayang sesuatu sama dengan (tinggi)nya. lalu Jibril maju ke depan sedangkan Rasulullah dibelakangnya dan orang-orang di belakang Rasulullah, kemudian Shalat Dhuhur. Kemudian Jibril datang lagi ketika bayang-bayang sesuatu dua kali (tinggi)nya. lalu Jibril maju ke depan sedangkan Rasulullah dibelakangnya dan orang-orang di belakang Rasulullah, kemudian shalat Ashar. Kemudian Jibril datang lagi ketika matahari terbenam, lalu mereka melakukan seperti yang pernah dilakukan pada hari sebelumnya. Kemudian shalat Maghrib. Lalu kami tertidur, lalu bangun, lalu tertidur (lagi) lalu bangun. Kemudian Jibril datang (lagi), lalu mereka melakukan seperti yang pernah dilakukan pada hari sebelumnya, kemudian shalat Isya’. Kemudian Jibril datang lagi ketika fajar menyingsing di pagi hari bintang-bintang pun samar-samar, lalu mereka melakukan seperti yang pernah dilakukan pada hari sebelumnya, kemudian shalat pagi (Shubuh). lalu Jibril berkata: “saat diantara dua waktu itu adalah waktu shalat”. (HR. Imam Ahmad dan Tirmidzi dari Jabir bin Abdullah)[1]
Dan masih banyak hadist lain yang menerangkan tentang waktu shalat. Dari semua hadist yang menrangkan tentang waktu masuknya shalat seluruhnya merupakan fenomena matahari. Oleh karena itulah para ahli falak kemudian mengimplementasikannya dengan rumus-rumus untuk menentukan kedudukan atau posisi matahari khususnya pada saat-saat yang telah ditentukan dalam hadist Nabi tersebut.
Dari hadist diatas kita bisa mengambil kesimpulan sebagai berikut
1.      Waktu Dhuhur.
Dhuhur dimulai sesaat setelah matahari terlepas dari titik kulminasi atas, atau ketika lingkaran matahari seluruhnya telah terlepas dari meridian langit.
2.      Waktu Ashar
Dalam hadist disebutkan bahwa Nabi melakukan shalat Ashar dalam dua waktu yakni ketika panjang bayangan suatu benda sama dengan bendanya dan ketika panjang bayangan 2 kali bendanya. Dalam literatur-literatur fiqh sebenarnya belum terjadi kesepakatan tentang penafsiran dalil ini.
Namun menurut beberapa ahli falak, dua waktu ini terjadi disebabkan bedannya posisi matahari, setiap harinya dalam setahun terhadap posisi pengamat berada.
Dari pemahaman ini beberapa ahli falak menyimpulkan bahwa waktu ashar terjadi ketika bayangan benda sama dengan bendanya ditambah panjang bayangan benda ketika kulminasi.
3.      Waktu Maghrib
Masuknya waktu Maghrib terjadi ketika matahari mulai terbenam. Dikatakan terbenam apabila -menurut pandangan mata- piringan atas matahari bersinggungan degan ufuk.
4.      Waktu Isya’
Shalat Isya’ dimulai ketika awan (mega) merah hilang dari pandangan. Kondisi ini dalam ilmu astronomi (falak) dikenal dengan istilah Astronomical Twilight. Kondisi ini terjadi ketika ketinggian matahari kurang lebih -18 derajat,
5.      Waktu Shubuh
Shubuh dimulai ketika fajar pagi telah nampak di langit sebelah timur yang menandakan matahari akan segera terbit.


C.     PROSES PERHITUNGAN MENENTUKAN AWAL WAKTU SHALAT
Sebelum dilakukan proses perhitungan, kita memerlukan beberapa data astronomis yang perlu disiapkan. Diantaranya:
a.    Koordinat tempat kita berada (Lintang tempat/LT  dan Bujur tempat/BT), data ini bisa kia peroleh melalui tabel, peta, GPS, aplikasi smartphone dll.
b.    Deklinasi matahari (δ) dan Equation of time (Eq), data ini bisa kita peroleh melalui tabel, aplikasi (Winhisab, Irsyadul Murid). Atau dengan rumus berikut[2] :
Hari = D, Bulan = M, Tahun = Y, Jam = H, Menit = N
W         = (H + (N : 60) – 7) : 24
JD        = Int (365,25 x Y) + int (30,6001 x (M+1)) + D + 1720994,5 + W – 13
T          =(JD – 2415020) / 36525
WS      = 279,69668 + 36000,76892 x T + 0,0003025 x T2
KS       = 358,47583 + 35999,04975 x T – 0,00015 x T2 – 0,0000033 x T3
TDS     = (1,91946 – 0,004789 x T – 0,000014 x T2) x sin KS + (0,020094 – 0,0001 x T) x sin (2 x KS) + 0,000293 x sin (3 x KS)
TS        = WS + TDS
Mkl      = 23,452294 –(0,0130125xT) – 0,000000164 x T2 + 0,000000503 x T3
Dekl     = sin Deklinasi = sin TS x sin Mkl
Untuk equation of time rumus diatas dilanjutkan => => =>
QA      = 0,5 x Mkl
A         = (tan QA)2
E1        = 0,01675104 – 0,0000418 x T
E2        = 0,000000126 x T2
E          = E1 + E2
Q1       = A x sin (2 x WS)
Q2       = 2 x E x sin KS
Q3       = 4 x E x A x sin KS x cos (2 x WS)
Q4       = 0,5 x A2 x sin (4 x WS)
Q5       = 1,25 x E2 x sin (2 x KS)
Q         = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 + Q5
Eq        = (Qx 57,29577951) : 15
c.    Bujur daerah(BD), untuk WIB = 105º, WITA = 120º, WIT = 135º.
d.   Tinggi tempat, bisa diperoleh dengan GPS, Altimeter, Google earth, dan aplikasi smartphone.
e.    Kerendahan ufuk (ku) utk memperoleh ketinggian matahari ketika terbit/terbenam, ini bisa diperoleh dengan rumus :
-          Ku                         = [0º 1,76’ x √tinggi tempat]
-          H trbt/trbnm          = - (0º 34’ + 0º 16’ + Ku)
Setelah semua data diatas didapatkan, kita telah siap untuk melakukan perhitungan awal waktu shalat.
1.    Dhuhur
Waktu Dhuhur diperoleh dengan rumus berikut :
[12 – Eq + (BD – BT) : 15]
2.    Ashar
Waktu Ashar diperoleh dengan rumus berikut :
-          Zm             = δ - LT (hasil Zm harus dipositifkan)
-          Ha              = Cotan ha = tan Zm + 1
-          t                 = (cos t = sin ha : cos LT : cos δ – tan LT x tan δ) : 15
-          12 + t – Eq + (BD – BT) : 15
3.    Maghrib
Waktu maghrib diperoleh dengan rumus berikut :
-          t                 = (cos t = sin H terbit/trbenam : cos LT : cos δ – tan LT x tan δ) : 15
-          12 + t – Eq + (BD – BT) : 15
4.    Isya’
Waktu Isya’ diperoleh dengan rumus berikut :
-          t                 = (cos t = sin (-17º + H terbit/trbenam): cos LT : cos δ – tan LT x tan  δ) : 15
-          12 + t – Eq + (BD – BT) : 15
5.    Shubuh
Waktu Shubuh diperoleh dengan rumus berikut :
-          t                 = (cos t = sin (-19º + H terbit/trbenam) : cos LT : cos δ – tan LT x tan  δ) : 15
-          12 – t – Eq + (BD – BT) : 15

Waktu-waktu tambahan
1.    Imsak
Waktu Imsak dapat diperoleh dengan rumus berikut :
-          Waktu Shubuh – 10 menit
2.    Terbit Matahari
Terbit Matahari diperoleh dengan rumus berikut :
-          t                 = (cos t = sin H terbit/trbenam : cos LT : cos δ – tan LT x tan  δ) : 15
-          12 – t – Eq + (BD – BT) : 15
3.      Dhuha
Waktu Dhuha diperoleh dengan rumus berikut :
-          t                 = (cos t = sin 4º 30’ : cos LT : cos δ – tan LT x tan  δ) : 15
-          12 – t – Eq + (BD – BT) : 15





[1]Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak(dalam teori dan praktik, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004), hlm. 84-85.
[2]Fathullah, Ahmad Ghozali, Anfa’ul Wasilah, Madura, PP. Al- Mubarok Lan Bulan.

Popular Posts