HUKUM ACARA PIDANA Oleh: NAZLA NURUL FAIQOH
HUKUM ACARA PERDATA DI INDONESIA
B.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
DOWNLOAD FILE
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan
hukum yang demokratis, yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan
berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Didalam KUHAP disamping mengatur
ketentuan tentang cara proses pidana dan perdata, juga mengatur tentang hak dan
kewajiban seseorang yang terlibat dalam proses pidana dan Perdata. Proses
pidana dan perdata yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi)
hingga ke pengadilan.
Pada makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang
tahap-tahap pemeriksaan dalam hukum acara pidana dan hukum acara perdata untuk
menambah pengetahuan dan wawasan bagi pemakalah maupun pendengar lainnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa
pengertian Hukum Acara Perdata dan hukum
acara Pidana ?
2. Apa tujuan Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana di Indonesia ?
3. Apa
saja Asas-asas Hukum Acara Perdata dan Hukum acara Pidana di Indonesia ?
4. Bagaimana
tahap penyelesaian perkara Perdata dan Pidana di Indonesia ?
BAB II
HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA
A.
Pengertian
Hukum Acara Pidana
Yang
dimaksud hukum acara Pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana.
Sedangkan pandangan ahli Hukum mengenai Hukum Acara Pidana yaitu:
1. Menurut Simon: Hukum Acara Pidana adalah upaya bagaimana Negara dan
alat-alat perlengkapannya mempergunakan haknya untuk memidana atau menjatuhkan
pidana.[1]
2. Menurut Sudarto: Hukum acara pidana
adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan oleh
penegak hukum dan pihak-pihak lain yang terlibat didalamnya apabila ada
persangkaan bahwa hukum pidana dilanggar.[2]
Adapun
hukum acara pidana dalam pengertian yang spesifik meliputi bidang yang luas.
Diartikan bahwa disamping memuat
peraturan hukum tentang penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan
sidang sampai putusan pengadilan,eksekusi putusan hakim, juga termasuk
peraturan hukum tentang susunan
peradilan, wewenang peradilan, serta peraturan-peraturan kehakiman lainnya yang
berkaitan dengan urusan perkara pidana.
Hukum
acara pidana yang spesifik, dapat disempitkan menjadi peraturan hukum tentang
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang sampai putusan
pengadilan dan eksekusi putusan hakim.
Dari
tinjauan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam hukum acara
pidana terkandung dua unsur hukum yang esensial. Yaitu:
1. Hukum acara pidana telah mulai
dilaksanakan sekalipun masih pada tingkat timbul dugaan atau sangkaan terjadi
perbuatan pidana.
2. Hukum acara pidana sebagai peraturan
undang-undang mengatur kewenangan dalam bertindak terhadap alat-alat
perlengkapan Negara apabila terjadi perbuatan pidana.[3]
Hukum esensial yang pertama dalam
hukum acara pidana dimaksudkan:
a. Sebagai usaha untuk mencari
kebenaran atas peristiwa yang diduga atau disangka, apakah termasuk tindakan
pidana.
b. Mencari kebenaran siapakah orang
yang diduga atau disangka menjadi pembuat dari perbuatan pidana yang terjadi.
Sedangkan peranan unsur esensial yang kedua dalam hukum
acara pidana dimaksudkan sebagai petunjuk cara penyelenggaraan kewenangan
bertindak atau melakukan pemeriksaan yang dibolehkan menurut undang-undang
untuk menghindari kekuasaan sewenang-wenang pada saat menghadapi kejahatan,
namun orang yang dituduh melakukannya tetap dijamin atau dilindungi oleh hukum.
B.
Fungsi, Tugas dan Tujuan Hukum Acara
Pidana
1.
Fungsi
Hukum Acara Pidana
Fungsi hukum acara pidana adalah menegakkan atau menjalankan
hukum Pidana. Hukum acara Pidana beroprasi sejak adanya sangkaan tindak Pidana.
2.
Tugas Hukum Acara Pidana
Tugas
pokok hukum acara pidana:
a.
Mencari
kebenaran Materil.
b.
Memberikan
putusan hakim.
c.
Melaksanakan
putusan hakim
Ruang
lingkup acara pidana adalah tata cara peradilan, seperti peradilan anak, ekonomi, dan lain-lain.
3.
Tujuan
Hukum Acara Pidana
Tujuan hukum acara
pidana adalah mencari kebenaran sekaligus perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia.[4]
C. Asas-asas Hukum Acara Pidana
Didalam
Hukum Acara Pidana ada beberapa asas hukum acara pidana yang penting antara
lain:
1.
Asas/Prinsip legalitas.
Dalam hukum pidana yang mengatakan bahwa tiada suatu perbuatan
dapat dipidana, kecuali berdasarkan ketentuaan perundang-undangan pidana yang
telah ada ( Nullum Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege Poenali ) Asas
ini tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP).
2.
Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka Hukum ( Equality Before The Law)
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang.
3.
Asas praduga tidak bersalah ( Presumption of Innocent )
Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap,
ditahan dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memeperoleh kekuatan hukum tetap.
4.
Asas peradilan Cepat, sederhana dan biaya ringan.
pemeriksaan tidak berbelit-belit dan
bertele-tele dalam hal prosedurnya, serta biaya yang bisa dijangkau masyarakat.
5.
Tersangka/terdakwa berhak memperoleh bantuan hukum
Dalam KUHAP diatur dalam pasal 69 sampai 74 mengenai bantuan
hukum.agar hak-hak terdakwa dan tersangka terlindungi dan tidak terjadi
pelanggaran Hak -hak Asasi manusia.
6.
Peradilan dilakukan secara
obyektif
Tidak memihak, dan tidak pandang bulu, sesuai dengan kehendak UUD
1945 bahwa setiap warga bersamaan kedudukaaannya dalam hukum. Dan KUHAP
menjamin keobyektifan tersebut, dimana pemeriksaan perkara dilakukan secara
majelis (sekurang-kurangnya dilakuakn oleh 3 orang hakim, kecuali dalam perkara
cepat.[5]
D. Tahap-tahap
penyelesaian perkara Pidana
Proses
penyelesaian perkara pidana tujuannya ialah agar pelanggar peraturan hukum atau
pelaku tindak pidana oleh badan peradilan dijatuhi pidana sesuai dengan
kesalahannya. Dengan demikian dalam proses pidana terdapat tahap-tahap
penyelesaian yaitu:
1.
Penyelidikan oleh Penyelidik
Penyelidikan ini berguna untuk mencari dan menemukan
peristiwa-peristiwa pidana, guna menentukan dapat tidaknya diadakan penyelidikan. [6]
2.
Penyidikan oleh Penyidik
Tindakan penyidikan untuk mencari dan
mengumpulkan bukti agar tindakan pidana yang terjadi menjadi terang dan jelas
untuk menentukan pelakunya. Penyidikan ini tersusun dalam satu berkas yang
disebut berkas perkara pidana. Dan berkas inilah yang oleh penyidik diserahkan
kepada penuntut umum agar diadakan penututan kepada pengadilan yang berwenang.
3.
Penuntutan Perkara oleh
Penuntut Umum
Perkara-perkara yang diterima dari penyidik
setelah diperiksa dan memenuhi syarat untuk diteruskan ke pengadilan, maka
perkara tersebut dilimpahkan ke pengadilan dengan tuntutan agar pengadilan segera
memeriksa dan mengadilinya.[7] Penuntut umumlah yang
melimpahkan dan mempertanggungjawabkan hasil penyidikan- penyidikan di depan
hakim.
4.
Peradilan
Badan peradilan melalui hakim inilah yang akan
memeriksa dan mengadili suatu perkara.
Dari
pemeriksaan terhadap terdakwa dan bukti-buktinya dalam proses pidana terdapat 2
tingkatan pemeriksaan yaitu :
a.
Pemeriksaan Pendahuluan
Meliputi pemeriksaan ditingkat penyidikan, pemeriksaan berkas
perkara oleh penuntut umum atas berkas yang diterima penyidik, penyidikan tambahan
oleh penyidik jika diminta oleh penuntut umum, pembuatan surat dakwaan dan
surat pelimpahan oleh penuntut umum.
b.
Pemeriksaan didepan sidang Pengadilan
Yang diperiksa adalah terdakwa dan bukti
-buktinya dengan tujuan membuktikan dakwaan dari penuntut umum.[8]
E ALAT PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA
1. Bukti
Tulisan.
Yaitu berupa tulisan yang berisi keterangan
tentang suatu peristiwa, kaadaan atau hal-hal tertentu.
2.
Bukti saksi
Saksi adalah orang yang
melihat, mendengar, mengetahui atau mengalami sendiri suatu peristiwa. Saksi
biasanya dengan sengaja diminta.
3.
Persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik oleh undang-undang atau majelis hakim terhadap suatu peristiwa yang terang, nyata, ke arah peristiwa yang belum terang kenyataannya. Dengan kata lain persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang sudah terbukti ke arah peristiwa yang belum terbukti.
Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik oleh undang-undang atau majelis hakim terhadap suatu peristiwa yang terang, nyata, ke arah peristiwa yang belum terang kenyataannya. Dengan kata lain persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang sudah terbukti ke arah peristiwa yang belum terbukti.
4. pengakuan
pengakuan
yang diberikan oleh salah satu pihak dengan membenarkan/mengakui seluruhnya
atau sebagian saj, baik saat sidang maupun diluar sidang.
HUKUM ACARA PERDATA DI INDONESIA
A.
PENGERTIAN HUKUM ACARA
PERDATA
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang
mengatur bagaimana cara ditaatinya hukum perdata dengan peraturan hakim. Hukum
acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksaa, memutuskan dan pelaksanaan daripada putusannya.
Hukum acara perdata
merupakan suatu peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya
hukum perdata sebagaimana mestinya yang mengatur proses penyelesaian perkara
perdata melalui pengadilan(hakim), sejak diajukan gugatan sampai dengan
pelaksanaan putusan hakim.[9]
Perkara
perdata adalah perkara mengenai perselisihan antar kepentingan perseorangan
atau antara kepentingan suatu badan pemerintah dengan kepentingan perseorangan.
Lapangan keperdataan memuat peraturan-peraturan tentang keadaan hukum dan
perhubungan hukum mengenai kepentingan-kepentingan perseorangan,seperti:
Perkawinan, jual beli, sewa, hutang piutang, hak milik, waris dll.
Adapun fungsi dari hukum acara perdata adalah Melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum
perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan Negara.
B.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
1. Hakim
bersifat menunggu
Dalam
perkara perdata, inisiatif untuk mengajukan perkara kepengadilan sepenuhnya
terletak pada pihak yang berkepentingan.
2. Hakim
dilarang menolak perkara
Bila
suatu perkara sudah masuk ke pengadilan hakim tidak boleh menolak untuk
memeriksa dan mengadili perkara tersebut, dengan alasan hukumnya tidak atau
kurang jelas.
3. Hakim
bersifat aktif
Hakim
membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengatasi
segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat
dan biaya ringan.
4. Persidangan
yang terbuka
Asas
ini dimaksudkan agar ada kontrol sosial dari masyarakat atas jalannya sidang
peradilan sehingga diperoleh keputusan hakim yang obyektif, tidak berat sebelah
dan tidak memihak
5. Kedua
belah pihak harus didengar
Dalam
perkara perdata, para pihak harus diperlakukan sama dan didengar bersama-sama
serta tidak memihak. Pengadilan mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang,
hal ini berarti bahwa didalam Hukum Acara Perdata hakim tidak boleh menerima
keterangan dari salah satu pihak saja, pihak lawannya harus diberi kesempatan
untuk memberikan keterangan dan pemeriksaan bukti harus dilakukan dimuka sidang
yang dihadiri oleh keduabelah pihak.
6. Putusan
harus disertai alasan
Bila
proses pemeriksaan perkara telah selesai, maka hakim memutuskan perkara
tersebut. Keputusan hakim harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar untuk
mengadilinya. Alasan-alasan yang dicantumkan tersebut merupakan
pertanggungjawaban hakim atas keputusannya kepada pihak-pihak yang berperkara
dan kepada masyarakat sehingga mempunyai nilai obyektif dan mempunyai wibawa
7. Sederhana,
cepat dan biaya ringan
Sederhana
yaitu acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit.
8. Obyektivitas
Hakim tidak boleh
bersikap berat sebelah dan memihak. Para pihak dapat mengajukan keberatan, bila
ternyata sikap hakim tidak obyektif.
C.
TAHAP-TAHAP PENYELESAIAN PERKARA
PERDATA.
1. Mengajukan gugatan[10]
2. Memeriksa perkara
Yaitu
terdiri dari:
A. Pemeriksaan pendahuluan
B. Pembacaan gugatan
C. Pembuktian
3. Menyelesaikan perkara
Yaitu
terdiri dari:
A.
Kesimpulan
B.
Putusan hakim
D. ALAT-ALAT PEMBUKTIAN
DALAM HUKUM ACARA PERDATA
Alat
pembuktian dalam hukum acara perdata sama dengan hukum acara pidana. Hanya saja
dalam hukum perdata, terdapat satu tambahan alat pembuktian lagi, yaitu sumpah.
Sumpah adalah pernyataan yang diucapkan dengan
resmi dan dengan bersaksi kepada Tuhan oleh salah satu pihak yang berperkara
bahwa apa yang dikatakan itu benar. Apabila sumpah diucapkan maka hakim tidak
boleh meminta bukti tambahan kepada para pihak.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun perbedaan antara hukum acara pidana dan hukum acara
perdata ialah:
1.
Dari
segi pengertian.
Hukum acara pidana merupakan hukum
yang mengatur tata beracara dalam ruang lingkup hukum pidana, sedangkan
Hukum acara perdata merupakan hukum
yang mengatur tata beracara dalam ruang lingkup hukum perdata.
2.
Dari
segi pelaksanaan.
Dalam hukum pidana, inisiatif
pelaksanaan dari jaksa penuntut umum, sedangkan
Dalam hukum perdata, inisiatif
pelaksanaan datang dari yang berkepentingan.
3.
Dari
segi alat bukti.
Dalam acara pidana ada 4 alat bukti,
yaitu: tulisan, saksi, pengakuan dan sangkaan. Sedangkan dalam hukum acara
perdata terdapat 5 bukti yaitu: tulisan, saksi, pengakuan, sangkaan dan sumpah.
4.
Dari
segi keputusan Hukum.
Dalam hukum pidana, keputusan hakim
harus mencari kebenaran materil. Sedangkan
Dalam hukum perdata keputusan hukim
cukup dengan kebenaran formil.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang saya buat,saya menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca guna memperbaiki pada makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah. 2006. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Hadisoeprapto. 2008. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Soema, Achmad. 1981. Pokok-pokok Hukum Acara Pidana Indonesia.
Bandung:Offset
Alumni.
Poernama, Bambang.1998. Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia.
Yogyakarta:
Amarta Buku.
Wulan, Retno dan
Iskandar. 1989. Hukum acara perdata dalam teori dan praktek.
Bandung: Mandar Maju.
Sumber Internet:
Diakses (21 maret 2014).
Diakses, 15 april 2014.
Diakses, 15 april 2014.
[2] http://riky-wisaka.blogspot.com.br/2012/01/makalah-hukum-acara-pidana.html,
diakses (21 maret 2014)
[3] Bambang Poernomo,hukum acara
pidana Indonesia, Yogyakarta, hal 16
[4] Bambang Poernomo,hukum acara
pidana Indonesia, Yogyakarta, hal 47
[6] Hamzah, hukum
acara pidana Indonesia, Jakarta hal 203
[7] Achmad soema,
pokok-pokok hukum acara pidana di Indonesia, Bandung hal43
[8] Hadisoeprapto,
pengantar hukum Indonesia, Yogyakarta hal 17
[9] http://andruhk.blogspot.com/2012/07/hukum-acara-perdata.html#sthash.AjW1ZqSo.dpuf ( diakses, 15 april
2014)
[10]
Retno Wulan dan Iskandar, hukum acara perdata dalam teori dan praktek, bandung
, hal: 7.
[11] http://advosolo.wordpress.com/2010/05/06/alat-bukti-dalam-perkara-perdata/
(diakses, 15 april 2014)
DOWNLOAD FILE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar