Minggu, 16 November 2014

HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

HUKUM ACARA PIDANA Oleh: NAZLA NURUL FAIQOH
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana dan perdata, juga mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat dalam proses pidana dan Perdata. Proses pidana dan perdata yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) hingga ke pengadilan.
Pada makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang tahap-tahap pemeriksaan dalam hukum acara pidana dan hukum acara perdata untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi pemakalah maupun pendengar lainnya.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Hukum Acara  Perdata dan hukum acara Pidana ?
2.       Apa tujuan Hukum Acara  Perdata dan Hukum Acara Pidana di Indonesia ?
3.      Apa saja Asas-asas Hukum Acara Perdata dan Hukum acara Pidana di Indonesia ?
4.      Bagaimana tahap penyelesaian perkara Perdata dan Pidana di Indonesia ?


BAB II
HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA
A.    Pengertian Hukum Acara Pidana
Yang dimaksud hukum acara Pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana. Sedangkan pandangan ahli Hukum mengenai Hukum Acara Pidana yaitu:
1.      Menurut Simon: Hukum Acara  Pidana adalah upaya bagaimana Negara dan alat-alat perlengkapannya mempergunakan haknya untuk memidana atau menjatuhkan pidana.[1]
2.      Menurut Sudarto: Hukum acara pidana adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan oleh penegak hukum dan pihak-pihak lain yang terlibat didalamnya apabila ada persangkaan bahwa hukum pidana dilanggar.[2]

Adapun hukum acara pidana dalam pengertian yang spesifik meliputi bidang yang luas. Diartikan  bahwa disamping memuat peraturan hukum tentang penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang sampai putusan pengadilan,eksekusi putusan hakim, juga termasuk peraturan hukum tentang  susunan peradilan, wewenang peradilan, serta peraturan-peraturan kehakiman lainnya yang berkaitan dengan urusan perkara pidana.
Hukum acara pidana yang spesifik, dapat disempitkan menjadi peraturan hukum tentang penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang sampai putusan pengadilan dan eksekusi putusan hakim.
Dari tinjauan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam hukum acara pidana terkandung dua unsur hukum yang esensial. Yaitu:
1.      Hukum acara pidana telah mulai dilaksanakan sekalipun masih pada tingkat timbul dugaan atau sangkaan terjadi perbuatan pidana.
2.      Hukum acara pidana sebagai peraturan undang-undang mengatur kewenangan dalam bertindak terhadap alat-alat perlengkapan Negara apabila terjadi perbuatan pidana.[3]

Hukum esensial yang pertama dalam hukum acara pidana dimaksudkan:
a.       Sebagai usaha untuk mencari kebenaran atas peristiwa yang diduga atau disangka, apakah termasuk tindakan pidana.
b.      Mencari kebenaran siapakah orang yang diduga atau disangka menjadi pembuat dari perbuatan pidana yang terjadi.
Sedangkan  peranan unsur esensial yang kedua dalam hukum acara pidana dimaksudkan sebagai petunjuk cara penyelenggaraan kewenangan bertindak atau melakukan pemeriksaan yang dibolehkan menurut undang-undang untuk menghindari kekuasaan sewenang-wenang pada saat menghadapi kejahatan, namun orang yang dituduh melakukannya tetap dijamin atau dilindungi oleh hukum.

B.     Fungsi, Tugas dan Tujuan Hukum Acara Pidana
1.      Fungsi Hukum Acara Pidana
Fungsi hukum acara pidana adalah menegakkan atau menjalankan hukum Pidana. Hukum acara Pidana beroprasi sejak adanya sangkaan tindak Pidana.

2.       Tugas Hukum Acara Pidana
Tugas pokok hukum acara pidana:
a.       Mencari kebenaran Materil.
b.      Memberikan putusan hakim.
c.       Melaksanakan putusan hakim
Ruang lingkup acara pidana adalah tata cara peradilan, seperti  peradilan anak, ekonomi, dan lain-lain.
3.      Tujuan Hukum Acara Pidana
Tujuan hukum  acara pidana adalah mencari kebenaran  sekaligus perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.[4]

C.    Asas-asas Hukum Acara Pidana
Didalam Hukum Acara Pidana ada beberapa asas hukum acara pidana yang penting antara lain:
1.      Asas/Prinsip legalitas.
Dalam hukum pidana yang mengatakan bahwa tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan ketentuaan perundang-undangan pidana yang telah ada ( Nullum Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege Poenali ) Asas ini tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP).

2.      Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka Hukum ( Equality Before The Law)
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

3.       Asas praduga tidak bersalah ( Presumption of Innocent )
Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memeperoleh kekuatan hukum tetap.

4.        Asas peradilan Cepat, sederhana dan biaya ringan.
 pemeriksaan tidak berbelit-belit dan bertele-tele dalam hal prosedurnya, serta biaya yang bisa dijangkau masyarakat.

5.      Tersangka/terdakwa berhak memperoleh bantuan hukum
Dalam KUHAP diatur dalam pasal 69 sampai 74 mengenai bantuan hukum.agar hak-hak terdakwa dan tersangka terlindungi dan tidak terjadi pelanggaran Hak -hak Asasi manusia.

6.       Peradilan dilakukan secara obyektif
Tidak memihak, dan tidak pandang bulu, sesuai dengan kehendak UUD 1945 bahwa setiap warga bersamaan kedudukaaannya dalam hukum. Dan KUHAP menjamin keobyektifan tersebut, dimana pemeriksaan perkara dilakukan secara majelis (sekurang-kurangnya dilakuakn oleh 3 orang hakim, kecuali dalam perkara cepat.[5]
D.    Tahap-tahap penyelesaian perkara Pidana
Proses penyelesaian perkara pidana tujuannya ialah agar pelanggar peraturan hukum atau pelaku tindak pidana oleh badan peradilan dijatuhi pidana sesuai dengan kesalahannya. Dengan demikian dalam proses pidana terdapat tahap-tahap penyelesaian yaitu:

1.      Penyelidikan oleh Penyelidik
Penyelidikan ini berguna untuk mencari dan menemukan peristiwa-peristiwa pidana, guna menentukan dapat tidaknya diadakan penyelidikan. [6]

2.      Penyidikan oleh Penyidik
Tindakan penyidikan untuk mencari dan mengumpulkan bukti agar tindakan pidana yang terjadi menjadi terang dan jelas untuk menentukan pelakunya. Penyidikan ini tersusun dalam satu berkas yang disebut berkas perkara pidana. Dan berkas inilah yang oleh penyidik diserahkan kepada penuntut umum agar diadakan penututan kepada pengadilan yang berwenang.

3.       Penuntutan Perkara oleh Penuntut Umum
Perkara-perkara yang diterima dari penyidik setelah diperiksa dan memenuhi syarat untuk diteruskan ke pengadilan, maka perkara tersebut dilimpahkan ke pengadilan dengan tuntutan agar pengadilan segera memeriksa dan mengadilinya.[7] Penuntut umumlah yang melimpahkan dan mempertanggungjawabkan hasil penyidikan- penyidikan di depan hakim.

4.      Peradilan
Badan peradilan melalui hakim inilah yang akan memeriksa dan mengadili suatu perkara.
Dari pemeriksaan terhadap terdakwa dan bukti-buktinya dalam proses pidana terdapat 2 tingkatan pemeriksaan yaitu :
a.       Pemeriksaan Pendahuluan
Meliputi pemeriksaan ditingkat penyidikan, pemeriksaan berkas perkara oleh penuntut umum atas berkas yang diterima penyidik, penyidikan tambahan oleh penyidik jika diminta oleh penuntut umum, pembuatan surat dakwaan dan surat pelimpahan oleh penuntut umum.
b.      Pemeriksaan didepan sidang Pengadilan
Yang diperiksa adalah terdakwa dan bukti -buktinya dengan tujuan membuktikan dakwaan dari penuntut umum.[8]

E ALAT PEMBUKTIAN  DALAM HUKUM ACARA PIDANA
1.      Bukti Tulisan.
Yaitu berupa tulisan yang berisi keterangan tentang suatu peristiwa, kaadaan atau hal-hal tertentu.
2.      Bukti saksi
Saksi adalah orang yang melihat, mendengar, mengetahui atau mengalami sendiri suatu peristiwa. Saksi biasanya dengan sengaja diminta.
3.      Persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik oleh undang-undang atau majelis hakim terhadap suatu peristiwa yang terang, nyata, ke arah peristiwa yang belum terang kenyataannya. Dengan kata lain persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang sudah terbukti ke arah peristiwa yang belum terbukti.
4.      pengakuan
pengakuan yang diberikan oleh salah satu pihak dengan membenarkan/mengakui seluruhnya atau sebagian saj, baik saat sidang maupun diluar sidang.

HUKUM ACARA PERDATA DI INDONESIA

A.    PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara ditaatinya hukum perdata dengan peraturan hakim. Hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksaa, memutuskan dan pelaksanaan daripada putusannya.
Hukum acara perdata merupakan suatu peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata sebagaimana mestinya yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan(hakim), sejak diajukan gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim.[9]
Perkara perdata adalah perkara mengenai perselisihan antar kepentingan perseorangan atau antara kepentingan suatu badan pemerintah dengan kepentingan perseorangan. Lapangan keperdataan memuat peraturan-peraturan tentang keadaan hukum dan perhubungan hukum mengenai kepentingan-kepentingan perseorangan,seperti: Perkawinan, jual beli, sewa, hutang piutang, hak milik, waris dll.
Adapun fungsi dari hukum acara perdata adalah Melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan Negara.

B.     ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA

1.      Hakim bersifat menunggu
Dalam perkara perdata, inisiatif untuk mengajukan perkara kepengadilan sepenuhnya terletak pada pihak yang berkepentingan.
2.      Hakim dilarang menolak perkara
Bila suatu perkara sudah masuk ke pengadilan hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut, dengan alasan hukumnya tidak atau kurang jelas.
3.      Hakim bersifat aktif
Hakim membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
4.      Persidangan yang terbuka
Asas ini dimaksudkan agar ada kontrol sosial dari masyarakat atas jalannya sidang peradilan sehingga diperoleh keputusan hakim yang obyektif, tidak berat sebelah dan tidak memihak
5.      Kedua belah pihak harus didengar
Dalam perkara perdata, para pihak harus diperlakukan sama dan didengar bersama-sama serta tidak memihak. Pengadilan mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang, hal ini berarti bahwa didalam Hukum Acara Perdata hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak saja, pihak lawannya harus diberi kesempatan untuk memberikan keterangan dan pemeriksaan bukti harus dilakukan dimuka sidang yang dihadiri oleh keduabelah pihak.
6.      Putusan harus disertai alasan
Bila proses pemeriksaan perkara telah selesai, maka hakim memutuskan perkara tersebut. Keputusan hakim harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar untuk mengadilinya. Alasan-alasan yang dicantumkan tersebut merupakan pertanggungjawaban hakim atas keputusannya kepada pihak-pihak yang berperkara dan kepada masyarakat sehingga mempunyai nilai obyektif dan mempunyai wibawa
7.      Sederhana, cepat dan biaya ringan
Sederhana yaitu acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit.
8.      Obyektivitas
Hakim tidak boleh bersikap berat sebelah dan memihak. Para pihak dapat mengajukan keberatan, bila ternyata sikap hakim tidak obyektif.

C.    TAHAP-TAHAP PENYELESAIAN PERKARA PERDATA.
1.      Mengajukan gugatan[10]
2.      Memeriksa perkara
Yaitu terdiri dari:
A.    Pemeriksaan pendahuluan
B.     Pembacaan gugatan
C.     Pembuktian
3.      Menyelesaikan perkara
Yaitu terdiri dari:
A. Kesimpulan
B. Putusan hakim
D. ALAT-ALAT PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA
Alat pembuktian dalam hukum acara perdata sama dengan hukum acara pidana. Hanya saja dalam hukum perdata, terdapat satu tambahan alat pembuktian lagi, yaitu sumpah.
Sumpah adalah pernyataan yang diucapkan dengan resmi dan dengan bersaksi kepada Tuhan oleh salah satu pihak yang berperkara bahwa apa yang dikatakan itu benar. Apabila sumpah diucapkan maka hakim tidak boleh meminta bukti tambahan kepada para pihak.[11]

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Adapun perbedaan antara hukum acara pidana dan hukum acara perdata ialah:
1.      Dari segi pengertian.
Hukum acara pidana merupakan hukum yang mengatur tata beracara dalam ruang lingkup hukum pidana, sedangkan
Hukum acara perdata merupakan hukum yang mengatur tata beracara dalam ruang lingkup hukum perdata.
2.      Dari segi pelaksanaan.
Dalam hukum pidana, inisiatif pelaksanaan dari jaksa penuntut umum, sedangkan
Dalam hukum perdata, inisiatif pelaksanaan datang dari yang berkepentingan.
3.      Dari segi alat bukti.
Dalam acara pidana ada 4 alat bukti, yaitu: tulisan, saksi, pengakuan dan sangkaan. Sedangkan dalam hukum acara perdata terdapat 5 bukti yaitu: tulisan, saksi, pengakuan, sangkaan dan sumpah.
4.      Dari segi keputusan Hukum.
Dalam hukum pidana, keputusan hakim harus mencari kebenaran materil. Sedangkan
Dalam hukum perdata keputusan hukim cukup dengan kebenaran formil.

B.     Saran
Demikianlah makalah yang saya buat,saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca guna memperbaiki pada makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah. 2006. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Hadisoeprapto. 2008. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Soema, Achmad. 1981. Pokok-pokok Hukum Acara Pidana Indonesia. Bandung:Offset  
       Alumni.
Poernama, Bambang.1998. Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia. Yogyakarta:
       Amarta Buku.
Wulan, Retno dan Iskandar. 1989. Hukum acara perdata dalam teori dan praktek. 
       Bandung: Mandar Maju.

Sumber Internet:
                    Diakses (21 maret 2014). 
                   Diakses, 15 april 2014.
                   Diakses, 15 april 2014.


[1] Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta hal 21
[3] Bambang Poernomo,hukum acara pidana Indonesia, Yogyakarta, hal 16
[4] Bambang Poernomo,hukum acara pidana Indonesia, Yogyakarta, hal 47
[5] Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta hal 105
[6] Hamzah, hukum acara pidana Indonesia, Jakarta hal 203
[7] Achmad soema, pokok-pokok hukum acara pidana di Indonesia, Bandung hal43
[8] Hadisoeprapto, pengantar hukum Indonesia, Yogyakarta hal 17
[10] Retno Wulan dan Iskandar, hukum acara perdata dalam teori dan praktek, bandung , hal: 7.

DOWNLOAD FILE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts